Salah satu alasannya karena kejadian force major seperti pandemi Covid-19 yang membuat pasar belum bisa difungsikan. Jika sudah bisa difungsikan maka tidak terjadi gagal bangunan.
"Kerugian negara terjadi karena pasar belum difungsikan," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU, ketiga terdakwa disebut melakukan korupsi proyek pembangunan Pasar Grogol tahun 2018 senilai Rp2 miliar.
Bangunan pasar tersebut akhirnya tidak dapat digunakan karena dinilai tidak memenuhi standar fasilitas maupun lokasi.
Baca Juga:Pokja ULP Barjas Cilegon Dicecar Hakim, Terkait Kasus Korupsi Pasar Grogol
Di samping itu, proses tender yang dimenangkan oleh CV Edo Pratama dinilai tidak sesuai prosedur.
Akibatnya terjadi kerugian negara sebesar Rp966 juta. JPU juga menyebut CV Edo Putra Pratama sebagai pemenang tender tidak memenuhi kualifikasi.
"Proses tender hanya bersifat pemeriksaan administrasi dokumen tapi tidak memastikan keabsahan dan realita yang seharusnya dipastikan dan dibuktikan kebenarannya untuk memastikan memilih penyedia jasa konstruksi yang tepat agar proyek dapat diselesaikan sesuai rencana," ujar JPU Achmad Afriansyah dalam sidang dakwaan pada Senin (25/9/2023) silam.
Selain itu, lokasi pasar dinilai menyalahi aturan karena tidak dibangun di lahan milik Pemkot Cilegon.
Terdakwa Septer memindahkan lokasi pasar ke Puri Krakatau Hijau yang merupakan lahan milik sebuah perusahaan pengembang, PT Laguna Cipta Karya.
Baca Juga:Tak Cuma Jadikan Ojol Tenaga Ahli, Terdakwa Korupsi Pasar Grogol Palsukan Surat Dukungan Tender
Terdakwa Septer juga belakangan diketahui bukanlah pemilik perusahaan, Ia hanya meminjam bendera CV Edo Putra Pratama yang merupakan milik Neti Susmaida.