Kasus Pelecehan Seksual Anak di Cilegon Menggila, 6 Bulan Sudah Ada 70 Kasus

70 kasus pelecehan anak terjadi hanya dalam 6 bulan, Dinas terkait ungkap adanya 'celah' pengawasan dan soroti peran krusial orang tua.

Hairul Alwan
Kamis, 24 Juli 2025 | 13:15 WIB
Kasus Pelecehan Seksual Anak di Cilegon Menggila, 6 Bulan Sudah Ada 70 Kasus
Ilustrasi pelecehan seksual anak- Angka kasus pelecehan seksual terhadap anak di Kota Cilegon cukup fantastis hingga Juni 2025. (pixabay.com/Gerd Altmann)

SuaraBanten.id - Sebuah data yang mengerikan soal kasus pelecehan seksual anak menyelimuti Kota Cilegon di tengah peringatan Hari Anak Nasional 2025.

Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Cilegon mengungkap bahwa sepanjang Januari hingga Juni 2025, telah terjadi 70 kasus pelecehan seksual terhadap anak.

Jika dirata-rata, angka ini setara dengan satu anak menjadi korban setiap 2,5 hari, sebuah statistik yang menandakan kasus pelecehan seksual terhadap anak di Kota Cilegon sangat fantastis.

Kondisi ini menjadi perhatian yang sangat serius bagi pemerintah daerah. Mayoritas korban dari gelombang kasus ini adalah mereka yang berada di usia transisi, di mana mereka seharusnya mendapatkan lingkungan yang paling aman untuk tumbuh dan berkembang.

Baca Juga:Ekstrakurikuler Jadi Arena Predator, Wali Kota Janji Pecat Oknum Guru SMPN 9 Serang

Kepala DP3AP2KB Cilegon, Lia Nurlia Mahatma mengatakan, target utama para predator ini adalah anak-anak usia remaja.

“Kasus pelecehan ini dialami oleh anak-anak di Kota Cilegon dari rentang usia 15 tahun sampai 18 tahun,” katanya dikutip dari Bantennews (Jaringan SuaraBanten.id), Rabu 23 Juli 2025

Pengawasan Orang Tua Jadi Kunci

Di balik angka yang mengkhawatirkan ini, Lia mengungkapkan sebuah realitas pahit. Menurutnya, kasus pelecehan seksual seringkali terjadi di luar kendali dan pengawasan formal, bahkan ketika berbagai pihak telah berusaha memberikan edukasi. Selalu ada "celah" yang dimanfaatkan oleh para pelaku.

“Kasus pelecehan itu di luar kendali kita, sehebat apapun bagaimana kita melindungi dan menjaga, kalau ada sesuatu yang longgar celahnya dan tidak diawasi ada kejadiannya,” ungkapnya.

Baca Juga:Komnas PA Ungkap Ada 6 Korban Pelecehan di SMAN 4 Serang, Sebagian Alumni

"Celah" yang dimaksud seringkali berada di lingkungan terdekat anak, termasuk di dalam rumah dan lingkaran pertemanan.

Karenanya, Lia secara tegas meminta para orang tua untuk tidak hanya menjadi pengawas fisik, tetapi juga menjadi "detektif" emosional bagi anak-anak mereka. Menurutnya, komunikasi yang terbuka adalah benteng pertahanan pertama dan terkuat.

“Peran orang tua bukan cuma mengawasi anaknya ada di mana, tapi lihat perubahan pada anak, selama ini jarang anak berkomunikasi dengan orang tuanya,” ucap Lia.

Ia menyoroti bahwa banyak kasus terjadi karena adanya jarak komunikasi antara anak dan orang tua. Anak yang menjadi korban seringkali takut atau bingung untuk bercerita, sehingga perubahan perilaku seperti menjadi lebih murung atau tertutup seharusnya menjadi sinyal alarm bagi setiap orang tua.

Jangan Takut Melapor

Menyadari betapa sulitnya bagi korban untuk bersuara, Lia Nurlia Mahatma mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak segan melapor jika mengetahui atau mengalami kasus pelecehan seksual.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak