SuaraBanten.id - Rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak untuk merehabilitasi Rumah Dinas Bupati Lebak dengan anggaran fantastis Rp2 miliar menuai sorotan tajam.
Di saat daerah tersebut masih bergulat dengan persoalan mendasar seperti infrastruktur jalan yang rusak dan puluhan ribu rumah warga yang tidak layak huni, alokasi dana untuk rehabilitasi rumah dinas Bupati Lebak ini dinilai tidak peka dan mempertanyakan skala prioritas Pemkab Lebak.
Kritik keras ini datang dari pengamat kebijakan daerah sekaligus dosen Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi atau STIA Banten, Arif Nugroho.
Menurutnya, rencana rehab rumdis yang juga berstatus sebagai cagar budaya ini perlu dikaji ulang secara hati-hati, tidak hanya dari sisi teknis bangunan, tetapi juga dalam kerangka kepatutan publik dan sensitivitas sosial.
Baca Juga:Truk Tanah Mogok di Rangkasbitung Berujung Maut, Pemotor 23 Tahun Tewas di Tempat
Arif tidak menampik bahwa rumah dinas merupakan aset negara yang perlu dirawat. Namun, ia mempertanyakan urgensi dan proporsi dari proyek tersebut di tengah kondisi masyarakat saat ini.
“Rumah dinas memang aset negara yang perlu perbaikan kalau mengalami kerusakan yang mengganggu fungsi, tapi kita juga perlu bertanya apakah harus sekarang dan harus sebesar itu?” kata Arif kepada awak media, Selasa 22 Juli 2025.
Pertanyaan ini menjadi sangat relevan jika disandingkan dengan potret realitas di Kabupaten Lebak. Arif menyoroti bahwa Pemkab Lebak masih memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar terkait pemenuhan kebutuhan dasar warganya.
“Di tengah kondisi seperti itu, alokasi dana hampir Rp2 miliar untuk rumah dinas terlebih pada awal masa jabatan bupati berpotensi menimbulkan kesan bahwa orientasi kebijakan belum sepenuhnya berpihak pada kebutuhan dasar masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, sebuah kebijakan publik tidak cukup hanya sah secara hukum dan prosedural, tetapi juga harus mendapatkan legitimasi sosial.
Baca Juga:Dilaporkan Petani ke Polisi, Kepala Keamanan PT Cibiuk Buka Suara: Kalau Ada Aksi Premanisme...
Artinya, kebijakan tersebut harus bisa diterima dan dipahami oleh masyarakat sebagai sebuah langkah yang adil dan berpihak pada kepentingan mereka.
Dalam konteks ini, proyek rehab rumdis senilai miliaran rupiah justru bisa menjadi bumerang dan menggerus kepercayaan publik.
Arif menyarankan bahwa seorang kepala daerah bisa membangun citra dan kepercayaan yang lebih kuat melalui langkah-langkah simbolik yang populis.
“Dalam banyak kasus, langkah-langkah simbolik dari kepala daerah, seperti menunda renovasi rumah dinas dan mengalihkan anggaran ke program sosial bisa membangun kepercayaan publik lebih kuat,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa kritiknya bukan berarti menolak perbaikan rumah dinas sama sekali.
Namun, dalam tata kelola pemerintahan yang baik dan berorientasi pada rakyat, Pemkab Lebak seharusnya lebih cermat dalam memilih momentum dan proporsi sebuah kebijakan.