SuaraBanten.id - Sengketa lahan antara warga penggarap dan pihak keamanan perkebunan karet PT Cibiuk di Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak, kini resmi memasuki ranah hukum.
Merasa tanamannya dirusak, sejumlah petani akhirnya membawa persoalan dugaan intimidasi kelompok yang membawa senjata tajam atauini ke Polres Lebak. Namun, pihak keamanan PT Cibiuk tidak tinggal diam.
Mereka secara terbuka menyatakan siap menghadapi proses hukum dan membeberkan versi cerita yang berbeda 180 derajat dari tuduhan para petani.
Konflik ini dipastikan telah ditangani oleh pihak kepolisian. Kanit Krimum Polres Lebak, Ipda Sutrisno, mengonfirmasi bahwa laporan dari warga yang mengatasnamakan petani penggarap telah diterima dan diproses.
Baca Juga:Mahasiswa Soroti Dugaan Intimidasi Petani di Lebak, APH Diminta Turun Tangan!
“Laporan sudah diterima, saat ini pihaknya tengah melakukan penyelidikan,” kata Sutrisno, saat dihubungi pada Senin 21 Juli 2025.
Menanggapi langkah hukum yang diambil para petani, Kepala Keamanan Perkebunan Karet PT Cibiuk, Jaya menyatakan sama sekali tidak gentar.
Ia menegaskan kesiapannya untuk dipanggil dan dimintai keterangan oleh penyidik. Baginya, laporan polisi adalah kesempatan untuk meluruskan narasi yang beredar.
“Saya siap bila polisi memanggil saya untuk dimintai keterangan. Karena kami punya hak jawab apa yang dilaporkan oleh mereka (warga). Apakah laporan warga tersebut sesuai dengan fakta di lapangan,” ucap Jaya saat ditemui di kediamannya.
Bantah Intimidasi, Akui Rusak Tanaman
Baca Juga:Petani di Cikulur yang Dapat Intimidasi Kelompok Bersajam Lapor Polres Lebak
Jaya secara tegas membantah adanya tuduhan intimidasi atau aksi premanisme yang dilakukan oleh 20 orang personel keamanan di bawah komandonya.
Menurutnya, yang terjadi di lapangan hanyalah adu argumen, tanpa ada kekerasan fisik sedikit pun.
“Kalau memang ada aksi premanisme apakah ada pihak keamanan yang menganiaya warga penggarap, kan saat peristiwa itu terjadi tidak ada yang dianiaya,” ujarnya, menantang tuduhan tersebut.
Lebih lanjut, ia memberikan klarifikasi krusial mengenai inti permasalahan pengrusakan tanaman.
Jaya mengakui memang ada tanaman yang dirusak, namun ia mengklaim tindakan itu dilakukan secara selektif dan beralasan.
Tanaman yang menjadi sasaran adalah tanaman keras atau berjangka panjang yang dianggap melanggar aturan perusahaan.