SuaraBanten.id - Adanya kabar yang menyebut jika warga Baduy meminta wilayahnya dicoret dari daftar destinasi wisata nasional hingga mengirimkan surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut salah satu tokoh Banten Uday Suhada membuat keresahan.
Uday menilai, adanya tuntutan masyarakat adat Baduy tersebut justru merupakan bentuk kekeliruan.
Diceritakan Uday, polemik tersebut bermula saat dirinya bersama ketiga rekan lainnya sempat bersilaturahmi ke salah satu Jaro yang ada di Kampung Cikeusik, Baduy Dalam pada Selasa (30/6/2020) lalu. Saat itu, kemudian muncul pembahasan soal keresahan masyarakat Baduy.
"Iya saya ketemu Jaro Alim di Kampung Cikeusik. Jaro Alim adalah Jaro Tangtu atau Karo Baduy Dalam yang juga sebagai tangan kanan Puun (tetua), pucuk pimpinan komunitas Adat Baduy," katanya, Selasa (7/7/2020).
Baca Juga:Warga Adat Baduy Minta Dicoret dari Wisata Nasional, Ini Kata Pemkab Lebak
Kala itu, disampaikan Uday, ada dua persoalan yang menjadi fokus pembicaraannya dengan Jaro Alim. Dengan logat khasnya, yaitu bahasa Sunda Buhun, Jaro Alim hanya meminta istilah wisata untuk pemukiman Baduy dirubah menjadi Saba Budaya, itu karena dianggap merusak citra masyarakat adat Baduy.
"Kami teges nolak istilah wisata. Lamun Saba Baduy mah kami narima. Plang na kudu dipupu eta. Dimana bae eta? Kami menta dipupu kabeh, ja kami teu nyaho dimana bae plang eta aya na. Sabab kami lain tongtonan. (Kami tegas menolak istilah wisata. Kalau Saba Baduy kami menerima. Plangnya mesti diubah itu. Di mana aja itu plang? Kami minta diubah semua, karena kami kan tidak tahu di mana saja plang itu adanya. Itu karena kami bukan tontonan)," ungkap Uday menirukan bahasa dari Jaro Alim.
"Kami lain nitah, lain ngijinkeun urusan berita eta. Hiji nipu, kedua sebutan wisata ditolak ku kami kitu mah, citra kami kamana? Leungit. Siap kami narjamahkeun eta. Sebab horeng ka Lembaga Adat. (Kami bukan nyuruh, tidak juga mengiizinkan urusan berita itu. Pertama bohong. Kedua sebutan wisata ditolak oleh kami kalau seperti itu. Citra kami ke mana? Hilang jadinya. Kami siap menerangkan soal itu. Karena tidak baik bagi Lembaga Adat)," imbuhnya.
Uday pun menegaskan, jika surat yang mengatasnamakan Lembaga Adat Baduy itu terdapat kesalahan dalam dua tuntutan yang saat ini tengah marak dalam pemberitaan berbagai media.
"Selasa siang, 7 Juli 2020. Jaro Saija, Jaro Pemerintah alias Kepala Desa Kanekes telepon saya. Jaro Saija menyampaikan bahwa pengatasnamaan Lembaga Adat Baduy tersebut tidak benar. Demikian pula dengan dua tuntutan itu, salah," kata Uday.
Baca Juga:5 Fakta Suku Baduy yang Minta Dicoret dari Daftar Wisata Nasional
Sebagaimana dengan penjelasan dari Jaro Alim, ungkap Uday, jika Jaro Saija pun memberikan penjelasan yang sama, yakni hanya mengeluhkan soal istilah Wisata Baduy atau Destinasi Wisata Baduy. Akan tetapi bukan berarti hal itu masyarakat Adat Baduy ingin menutup diri dan tidak boleh dikunjungi oleh warga luar.
Karena berdasarkan Peraturan Desa nomor 1 tahun 2007 tentang Saba Budaya dan Perlindungan Masyarakat Adat Kanekes (Baduy) yang ditandatangi oleh mendiang Jaro Dainah (Jaro Pemerintah sebelum Jaro Saija), dijelaskan jika makna saba budaya itu yakni saling menghargai, menghormati dan saling menjaga dan melindungi adat istiadat masing-masing.
"Mereka bukan tontonan, tapi banyak tuntutan. Banyak hal justru kita harus belajar dari orang Baduy. Sesungguhnya tuntutan mereka cuma ganti istilah Wisata Baduy jadi Saba Budaya Baduy. Para tamu dilarang ngambil foto dan video saat di kawasan Baduy Dalam. Terus orang luar negeri dilarang berkunjung ke Baduy Dalam, serta menjaga keamanan dan kebersihan saat bersilaturahmi ke masyarakat Kanekes (Baduy)," terangnya.
Untuk itu, Uday pun meminta agar pihak-pihak yang merasa memiliki kedekatan personal dengan para pemangku adat Baduy untuk tidak mudah mengklaim dan mengatasnamakan Lembaga Adat Baduy untuk mengurusi persoalan yang terjadi pada masyarakat adat Baduy.
"Setahu saya, sejak 1994 saya bergaul dan bersilaturahmi dengan para pemangku adat Baduy. Segala urusan yang berkaitan dengan hubungan Lembaga Adat dengan pihak luar termasuk pemerintah itu menjadi kewenangan yang dilimpahkam kepada Jaro Pemerintah," katanya.
Ia pun berharap, semua pihak bisa mengambil pelajaran dari persoalan yang saat ini terjadi pada masyarakat adat Baduy. Terlebih, agar bisa lebih memahami dan menghargai setiap aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh masyarakat adat Baduy.