Kisah Buruh Saat Wabah Corona, Diusir dari Kontrakan Hingga Jadi Pemulung

Sebelum ada wabah Covid-19, meski dirinya hanya pekerja serabutan, tapi ia masih bisa mendapat penghasilan dari narik gerobak pasir.

Chandra Iswinarno
Minggu, 05 April 2020 | 13:38 WIB
Kisah Buruh Saat Wabah Corona, Diusir dari Kontrakan Hingga Jadi Pemulung
Buruh asal Cilegon Encep yang kini tinggal di rumah singgah HIPKA. [Suara.com/Hadi Sofyan]

SuaraBanten.id - Sungguh miris nasib yang dialami Encep (42) warga asal Kelurahan Tamansari, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon. Di tengah wabah Covid-19, Encep yang bekerja sebagai buruh harian lepas semakin kesulitan mendapatkan penghasilan walau sekedar untuk makan.

Alhasil, Encep yang tinggal di satu rumah kontrakan bersama istrinya Lisa (26) dan anaknya Virgo yang masih berusia 1,5 bulan pun harus terusir dari kontrakan, karena tak sanggup membayar biaya kontrakan sebesar Rp 425 ribu tiap bulan.

"Biaya kontrakan itu Rp 350 ribu, sama listrik dan air itu Rp 425 ribu. Saya nunggak satu bulan lewat seminggu. Saya sudah minta toleransi, tapi subuh itu sekitar tanggal 2 diminta dikosongin sama pemilik kontrakan," cerita Encep saat ditemui di Rumah Singgah Dinas Sosial Kota Cilegon pada Sabtu (4/4/2020) sore.

Segala upaya sudah dilakukan Encep untuk bisa membayar kontrakan, salah satunya dengan mencoba mencari pinjaman ke teman-temannya hanya untuk sekedar membayar kontrakan, agar ia bersama keluarga kecilnya masih punya tempat untuk berlindung dari panas dan hujan.

Baca Juga:Ribuan Buruh di Jawa Tengah Jadi Korban PHK Imbas Corona

"Saya sudah coba nyari pinjaman, sampai jalan kaki 3 jam, pernah ga pulang dua hari, buat nyari pinjaman untuk bayar kontrakan, tapi ga dapat karena mungkin kondisinya kayak gini," ujarnya.

Diungkapkan Encep, sebelum ada wabah Covid-19, meski dirinya hanya pekerja serabutan, tapi ia masih bisa mendapat penghasilan dari narik gerobak pasir.

"Narik gerobak pasir itu sehari bisa dapat Rp 100 ribu, dari pagi sampai sore. Tapi kalau hujan, nggak boleh kerja dan itu nggak dibayar. Sebelum Corona itu, bisa dapat sejuta. Semenjak ada isu Corona, total nggak ada hasil, nggak ada pekerjaan," katanya lirih.

Bahkan istrinya Lisa, yang merupakan buruh cuci pun sudah tidak bisa mendapatkan pekerjaan karena banyak masyarakat yang lebih memilih untuk tetap di rumah.

Sehingga, terkadang Lisa pun harus menjadi pemulung untuk sekedar membeli susu dan popok bagi anaknya. Tapi semenjak ada pembatasan ruang publik karena wabah Covid-19, membuat ruang geraknya pun turut terbatas untuk mencari barang-barang bekas untuk kemudian dijual ke pengepul rongsokan.

Baca Juga:Tak Takut Corona, 50 Ribu Buruh Bakal Geruduk DPR Tolak Omnibus Law

"Iya biasanya istri juga bawa karung di Car Free Day di Krakatau Junction, mulung. Tapi semenjak ditutup, udah ga bisa mulung lagi. Dan hasil mulung itu paling seminggu dapatnya Rp. 50 ribu, cukup buat beli susu aja," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini