Konsumsi Susu Indonesia Masih Tertinggal, Kemasan Aseptik Jadi Kunci Distribusi MBG Hingga Pelosok

Melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), pemerintah berupaya meningkatkan konsumsi susu di Indonesia. LamiPak Indonesia selaku industri kemasan aseptik untuk distribusi.

Hairul Alwan
Selasa, 04 November 2025 | 11:55 WIB
Konsumsi Susu Indonesia Masih Tertinggal, Kemasan Aseptik Jadi Kunci Distribusi MBG Hingga Pelosok
Direktur Eksekutif Indonesian Packaging Federation (IPF), Henky Wibawa (kiri) memberi pemeparan soal perkembangan kemasan aseptik di Indonesia. [Hairul Alwan/Suara.com]
Baca 10 detik
  • Program MBG akan lonjakkan kebutuhan susu. Kemasan aseptik jadi kunci distribusi ke pelosok RI.
  • Setelah 50 tahun impor, RI kini mandiri kemasan aseptik berkat LamiPak Indonesia untuk dukung program MBG.
  • Kemasan aseptik tak hanya jaga kualitas susu, tapi juga dorong ekonomi & edukasi daur ulang.

SuaraBanten.id - Di tengah bergulirnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah untuk meningkatkan asupan gizi, susu menjadi salah satu asupa yang mendorong kebiasaan lebih sehat bagi generasi muda.

Sayangnya tingkat konsumsi susu di Indonesia tertinggal jauh dari negara-negara lainnya di ASEAN. Rata-rata konsumsi susu per kabpita di Indonesia kini baru mencapai 16,3 kilogram per tahun jauh di bawah Thailand, Malaysia, Vietnam dan Filipina yang mencapai 50-100 persen lebih tinggi.

Melalui program Makan Bergizi Gratis, pemerintah berupaya meningkatkan konsumsi susu di Indonesia. Sementara, LamiPak Indonesia selaku industri kemasan aseptik berkomitmen menyiapkan kemasan yang mampu digunakan untuk mendistribusikan susu hingga ke pelosok.

Rendahnya konsumsi susu menunjukkan perlunya meningkatkan kesadaran gizi serta memperluas akses masyarakat terhadap produk bergizi. Dari sekitar 4,4 juta ton saat ini, konsumsi susu nasional diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 5,5 juta ton pada tahun 2030.

Baca Juga:Viral MBG Ditolak! Wali Murid SD 'Anak Pajero' Serang Protes: Kenapa Harus Sekolah Kami?

Bahkan, dengan adanya Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah, kebutuhan susu dapat mencapai hingga 8,9 juta ton. Lonjakan kebutuhan ini menandakan peluang besar sekaligus tantangan dalam menjaga pasokan, kualitas, dan distribusi susu di seluruh wilayah Indonesia.

Karenanya, kemasan aseptik berperan penting dalam menjaga kualitas dan keamanan produk susu, memungkinkan distribusi yang lebih luas dan efisien. Sebagai negara kepulauan, Indonesia menghadapi tantangan distribusi ke wilayah terpencil yang memiliki keterbatasan infrastruktur.

Dewan Pakar Badan Gizi Nasional (BGN), Prof. Epi Taufik memberi pemaparan soal minimnya konsumsi susu di Indonesia.
Dewan Pakar Badan Gizi Nasional (BGN), Prof. Epi Taufik memberi pemaparan soal minimnya konsumsi susu di Indonesia.

"Sebagai salah satu pelaku utama di industri kemasan aseptik Indonesia, LamiPak berkomitmen untuk mendukung Program Makan Bergizi Gratis melalui penyediaan kemasan yang aman, berkualitas tinggi, dan diproduksi di dalam negeri untuk produk susu maupun minuman bergizi lainnya," ujar Anton Hui, Managing Director, LamiPak Indonesia.

"Kami percaya bahwa inovasi kemasan tidak hanya berperan dalam menjaga keamanan dan keberlanjutan produk, tetapi juga dalam mendorong peningkatan gizi dan ketahanan pangan nasional." Tambah Anton Hui.

Produk dengan kemasan konvensional umumnya hanya bertahan 2–3 minggu, sedangkan produk dalam kemasan aseptik dapat disimpan hingga satu tahun tanpa memerlukan pendinginan.

Baca Juga:Disdikbud Kota Serang Sebut Siswa Berhak Tolak Menu MBG Tidak Layak

Hal ini menjadikan kemasan aseptik sangat ideal untuk menjaga kualitas dan keamanan nutrisi susu, sekaligus memastikan produk bergizi dapat menjangkau masyarakat di seluruh pelosok negeri.

"Memang kemasan aseptik sangat cocok untuk kemasan susu di program MBG karena Indonesia adalah negara kepulauan, dimana kemasan aseptik dapat menyimpan susu selama 6–12 bulan, sehingga jauh lebih baik dibandingkan kemasan lainnya," kata Direktur Eksekutif Indonesian Packaging Federation (IPF), Henky Wibawa.

"Selain itu, pemanfaatan limbah kemasan aseptik kini banyak diolah menjadi barang yang bermanfaat, seperti furnitur," imbuhnya.

Sementara itu, Dewan Pakar Badan Gizi Nasional (BGN), Prof. Epi Taufik menilai bahwa Program MBG memiliki multiplier effect positif bagi perekonomian nasional.

"Program ini bukan hanya sarana peningkatan gizi, tetapi juga wadah edukasi bagi masyarakat dalam mengelola limbah, mulai dari memilah, mendaur ulang, hingga memanfaatkan kembali kemasan susu menjadi produk bernilai guna," paparnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Perniagaan dan Ekonomi Digital, Ali Murtopo mengungkapkan potensi sektor kemasan aseptik Indonesia sangat besar, didorong oleh pertumbuhan industri makanan dan minuman, gaya hidup kelas menengah yang kian praktis, serta tren kemasan sehat dan ramah lingkungan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak