Soal Tudingan Uang Suap Izin Parkir Mengalir ke Wali Kota Cilegon, lni Jawaban Helldy

Helldy menjawab tudingan tersebut dengan menyatakan bahwa dirinya belum menjabat saat korupsi tersebut terjadi.

Hairul Alwan
Senin, 13 Desember 2021 | 18:35 WIB
Soal Tudingan Uang Suap Izin Parkir Mengalir ke Wali Kota Cilegon, lni Jawaban Helldy
Wali Kota Cilegon Helldy Agustian memberi keterangan kepada awak media di salah satu hotel di Kabupaten Serang, Senin (13/12/2021). [Oki Faturrohman/Suara.com]

SuaraBanten.id - Wali Kota Cilegon Helldy Agustian menjawab tudingan mantan Kepala Dinas Perhubungan atau Kadishub Cilegon Uteng Dedi Afendi soal dugaan uang suap parkir yang mengalir kepadanya. Wali Kota Helldy menjawab tudingan tersebut usai menghadiri agenda Forum Komunikasi Sosial Politik Kota Cilegon di Horison Forbis Cilegon, Senin (13/12/2021). 

 Helldy menjawab tudingan tersebut dengan menyatakan bahwa dirinya belum menjabat saat korupsi tersebut terjadi. 

"Saya sudah sampaikan, prtama belum memimpin, bulan Juli agustus 2020. Ya kan berarti kan yang menang (Pilkada 2020) juga belum pasti," katanya sambil berjalan tergesa-gesa. 

Terkait tudingan Helldy menerima uang Rp20 juta, ia juga tidak menganggap hal tersebut sebagai masalah dan ia menyerahkan kelanjutan tudingan tersebut di persidangan. 

Baca Juga:Geger Bayi Ditemukan di Pembuangan Sampah Dekat Rumah Mantan Wali Kota Cilegon

"Itu hak beliau (Kadishub sebut beri uang Rp20 juta) ga ada masalah itu. Tinggal nanti kita liat dipersidangan," ujarnya. 

Ia juga sepakat ketika wartawan mengkonfirmasi soal tudingan tersebut dikembalikan kepada apakah ada fakta atau bukti terkait penyerahan uang Rp20 juta itu. 

"Seperti itu lah (Tinggal ada fakta atau buktinya enggak)," pungkasnya singkat meninggalkan awak media. 

Sebelumnya diberitakan, mantan Kadishub Cilegon Uteng Dedi Afendi blak-blakan soal uang suap izin parkir Pasar Keranggot, Kota Cilegon mengalir ke Wali Kota Cilegon Helldy Agustian. Hal tersebut diungkapkan dalam sidang lanjutan kasus izin parkir Pasar Keranggot, Cilegon.

Menurut pengakuan Uteng di depan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang yang diketuai Atep Sopandi, Uteng mengungkap aliran dana hasil suap izin parkir tersebut. Diketahui, Uteng didakwa menerima suap Rp 530 juta dari PT Hartanto Arafah Rp130 juta dan PT Damar Aji Mufidah Jaya Rp400 juta.

Baca Juga:Mahasiswa Sebut Helldy-Sanuji Tak Bawa Perubahan

Dalam sidang tersebut terungkap, uang suap Rp130 juta dari Komisaris PT Hartanto Arafah, Hartanto dikembalikan Uteng melaui oknum TNI bernama Kolonel Deni.

Sementara uang dari Mohammad Faozi Susanto selaku Direktur PT Damar Aji Mufidah mengalir ke berbagai oknum hingga ke Wali Kota Cilegon Helldy Agustian untuk Tunjangan Hari Raya (THR).Dalam sidang itu, Uteng merinci bagi-bagi uang suap itu. Kata Uteng, uang sebesar Rp50 juta diberikan kepada Fitria Achmad alias Anggi sebagai Kasi Angkutan Dishub Cilegon.

Dalam sidang itu, Uteng merinci bagi-bagi uang suap itu. Kata Uteng, uang sebesar Rp50 juta diberikan kepada Fitria Achmad alias Anggi sebagai Kasi Angkutan Dishub Cilegon.

“Saya bagi Anggi karena membantu saya,” ujar Uteng, Rabu (8/12/2021).

Selain itu, hasil suap juga mengalir kepada Jhoni Izar Tenaga Harian Lepas (THL) Dishub Cilegon sebesar Rp80 juta.

“Itu untuk kerohiman warga. Untuk mengkondisikan warga. Saya kasih cash ke Joni,” ujarnya.

Uteng yang dikenal royal juga diketahui membagikan uang kepada Kolonel Deni sebesar Rp100 juta, dan Rp30 juta untuk petinggi di instansi militer di Serang.

“Mereka yang membawa (pihak ketiga) ke saya,” ujar Uteng.

Uteng juga menyebut uang suap mengalir kepada UPT Parkir Dishub Cilegon Merizal Arifin sebesar Rp20 juta. Tak hanya itu, Uteng juga memberikan uang sebesar Rp20 juta untuk Wali Kota Cilegon Helldy Agustian.

“Salah satunya THR lebaran Pak Wali Kota Helldy Agustian Rp20 juta. Uang dalam rangka THR Lebaran!” katanya.

setelah dibagi ke beberapa kantong, sisa uang dipergunakan Uteng

untuk belanja cat oranye sebagaimana instruksi Wali Kota Cilegon Helldy Agustian mengubah warna OPD di Kota Cilegon dengan warna oranye.

“90 Juta untuk operasional kantor. Ngecat pagar harus oranye, itu kan nggak ada di DIPA. Makanya dari uang itu (suap) juga,” tandas Uteng.

Dalam kesempatan itu, Uteng juga kembali mengeluh kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon agar berlaku adil dalam proses hukum kasus yang menimpanya. Semua pemberi suap, penerima suap dan perantara suap mesti diproses hukum sama.

“Saya pernah mengeluhkan ke penyidik Kejari Cilegon, bahkan sering sejak pemeriksaan dulu. Tapi sampai saat ini setahu saya penyidik Kejari tidak pernah memanggil dan memeriksa orang-orang itu. Sudah sampaikan, saya minta keadilan. Saya minta yang menerima dan membantu menyuap saya diproses juga. Harus diperlakukan sama, termasuk Walikota.”

Dalam kesempatan yang sama, Uteng melalui Kuasa Hukumnya, Bahtiar Rifai mengajukan justice collaborator kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Serang. “Dalam perkara ini saya merasa bersalah. Menyesali, bahkan sangat menyesali. Saya berjanji tidak mengulangi perbuatan saya. Saya juga memiliki tanggungan 1 istri dan 5 orang anak,” ujar Uteng.

Mengelola parkir di Kota Cilegon diakui Uteng seperti membuka belantara liar yang penuh dengan risiko dan melibatkan banyak pihak yang berkepentingan. Uteng mengakui apa yang dilakukannya sebagai sesuatu yang tidak ada payung hukum.

“Iya sudah saya sampaikan di rapat-rapat dengan instansi terkait, pengelolaan parkir di Cilegon selalu terkendala lelang. Sementara potensinya untuk PAD sangat besar. Makanya saya berimprovisasi dengan tujuan mampu mencapai terget PAD dari parkir di Cilegon.” ujarnya.

Penasihat Hukum terdakwa Uteng, Bahtiar Rifai menjelaskan bahwa pihak Kejaksaan Negeri Cilegon tidak pandang bulu dalam proses hukum. Jika kliennya didakwa Pasal 12 huruf a dan e dan Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP Pidana maka para penyuap dan orang mendapat uang hasil suap juga harus diproes sesuai hukum yang berlaku.

“Harapan kami yang menuap klien kami, yang membantu, dan yang menerima Kejaksaan harus berani menetapkan sebagai tersangka lain. Pasal 5 kan salig bertautan dengan Pasal 11 dan Pasal 12. Kenapa Pasal 5 tidak diterapkan. Ini merupakan pelanggaran terhadap asas Kejaksaan yang profesional, berintegritas dan tidak diskriminatif,” ujar Bahtiar.

Pihaknya juga mengklaim sudah sangat kooperatif dan sudah terbuka memberikan keterangan di persidangan. “Perbuatan klien kami juga kan karena desakkan pimpinan-pimpinan yang minta dilayani. Hingga muncul dana non budgeter ke dinas-dinas termasuk Dinas Perhubungan,” kata Bahtiar.

Kontributor : Oki Fathurrohman

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak