SuaraBanten.id - Kisah pilu Muhamad Darwis, balita di Pandeglang yang diduga gizi buruk. Ditolak RSUD Banten karena ruang penuh, keluarga tak punya BPJS dan hanya bisa pasrah.
Penanganan balita di Pandeglang yang diduga mengalami gizi buruk itu memperlihatkan potret rapuhnya jaminan kesehatan bagi warga miskin di daerah.
Di sebuah rumah sederhana di Kampung Pade, Desa Parumasan, Kabupaten Pandeglang, seorang balita bernama Muhamad Darwis tengah berjuang melawan kondisi yang diduga kuat adalah gizi buruk.
Namun, perjuangannya menjadi potret tragis dari rapuhnya jaring pengaman sosial dan kesehatan.
Baca Juga:Puluhan Siswa SD di Pandeglang Tiga Tahun Belajar di Teras Sekolah, Kadindikpora Ngaku Belum Tahu
Saat kondisinya kian memburuk, ia justru harus menghadapi pintu rumah sakit yang tertutup dan kenyataan pahit bahwa keluarganya tak memiliki jaminan kesehatan.
Kisah Darwis adalah cerminan dari sebuah ironi. Di tengah program pemerintah yang menggaungkan akses kesehatan untuk semua.
Anak dari pasangan Masrip Hermawan dan Neng Ila ini terpaksa pasrah di rumah dengan kondisi kulit yang terus mengerut sejak usianya baru menginjak dua bulan.
Upaya keluarga untuk mencari pertolongan medis membentur tembok birokrasi dan keterbatasan fasilitas.
Sang ibu, Neng Ila, dengan pilu menceritakan bagaimana harapannya pupus saat membawa Darwis ke RSUD Banten.
Baca Juga:Miris! Tiga Tahun Puluhan Siswa SD di Pandeglang Belajar di Teras Sekolah
Alih-alih mendapatkan perawatan yang dibutuhkan, mereka ditolak lantaran ruang rawat inap telah penuh.
Tanpa penanganan lebih lanjut, mereka terpaksa kembali ke rumah dengan kebingungan dan rasa putus asa yang mendalam.
Beban mereka semakin berat karena ketiadaan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yang menjadi syarat utama untuk mengakses layanan medis dengan biaya terjangkau.
“Makin hari kulitnya makin mengerut, saya juga bingung harus berbuat apa sementara saya juga tidak punya BPJS,” kata Ila, Selasa 15 Juli 2025.
Kepasrahan keluarga ini begitu kentara. Mereka bahkan tidak mengetahui secara pasti penyakit apa yang menggerogoti tubuh mungil Darwis, karena belum ada satu pun pemeriksaan medis yang spesifik dilakukan.
Kondisi ekonomi yang serba kekurangan membuat mereka tak berdaya untuk mencari alternatif pengobatan lain yang membutuhkan biaya besar.
Kini, satu-satunya yang mereka miliki hanyalah harapan akan adanya uluran tangan.
“Saya sangat berharap agar pemerintah atau pihak lain bisa membantu untuk pengobatan anak saya yang sekarang terkena penyakit. Kalau penyakitnya apa saya juga belum tahu karena belum spesifik diperiksa oleh dokter, karena memang saat dibawa ke RSUD Banten juga belum sempat diperiksa,” ungkapnya.
Sementara itu, pihak pemerintah desa setempat bukannya tanpa upaya. Kepala Desa Parumasan, Yana, membenarkan kondisi warganya tersebut.
Ia menyatakan bahwa pihak desa telah mencoba membantu semampunya, namun bantuan tersebut baru sebatas pada dukungan operasional.
“Iya benar itu warga saya, kemarin-kemarin juga sudah dibawa ke RSUD Banten, memberi untuk operasional berangkatnya ke sana,” tutupnya.