SuaraBanten.id - Sukses butuh perjuangan. Kata itu mungkin menjadi salah satu kata yang tepat disematkan untuk Kasubag TU Kementerian Agama atau Kemenag Kota Cilegon, Munirudin.
Dalam edisi Success Story kali ini kita akan menceritakan perjuangan di balik kesuksesan Munirudin hingga kini berhasil menempati posisi orang nomor dua di Kemenag Cilegon.
Munirudin kecil lahir di Lingkungan Sumur Menjangan, Kelurahan Kotasari, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon. Ia kemudian menjalani pendidikan dasar di SDN Grogol 1, kemudian berlanjut ke SMP Samangjaya yang berlokasi di SMPN Pulomerak yang kegiatan belajar mengajarnya dilaksanakan di sore hari.
Meski menjalani pendidikan, proses untuk belajar Munirudin tidaklah mudah. Dari sinilah perjuangan panjangnya mengenyam pendidikan sambil melakukan beberapa pekerjaan yang dijadikan tambahan untuk biaya sekolah.
Baca Juga:Hari Mambaca Nyaring, Fajar Hadi Prabowo Singgung Pentingnya Literasi
Sejak SMP dirinya mulai terjun untuk memulai usaha di Pelabuhan Merak. Mulai dari menjadi tukang semir sepatu, saya juga berjualan salak.
"Karena sekolahnya sore jadi paginya menyemir sepatu dan berjualan. Kemudian saat senggang saya juga jadi anak pemburu koin," katanya saat ditemui di ruang kerjanya di Kemenag Kota Cilegon.
Saat itu, ia memberanikan diri menjadi anak koin, dengan melompat tinggi dari atas kapal untuk mengambil uang atau koin dari para penumpang yang dilemparkan ke laut.
Tak hanya, itu Munirudin saat remaja juga kerap menjual kipas plastik untuk penumpang Pelabuhan Merak. Berbagai aktifitas tersebut terus dilakukan hingga dirinya lulus SMP.
Kemudian, saat menjalani pendidikan di Madrasah Aliyah Al-Khairiyah Gerem, ia juga tetap menjalani sekolahnya sambil mencari penghasilan. Kala itu, ia tak ragu untuk menjadi kenek angkutan umum.
Baca Juga:Usulkan Perda Penataan Kabel Listrik dan Telkom, Rahmatulloh Singgung Visi Robinsar-Fajar
"Ketika saya sekolah di MA Al-Khairiyah itu sambil menjadi kenek angkot jurusan Merak-Cilegon selama tiga tahun," tutur Mantan Kepala Sekolah MAN 2 Kota Cilegon itu.
Usai lulus dari pendidikan tingkat menengah, Munirudin pun tidak langsung kuliah ataupun bekerja di sebuah perusahaan. Ia tetap mencari penghasilan dengan menyopir angkot dan penghasilannya digunakan untuk mendaftar kuliah.
"Dalam perjalanan kuliah satu tahun saya juga mencari ilmu dengan menjadi guru honor tahun 1992 di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Rawa Arum," urainya.
Tak lama kemudian, terjadi pemekaran Rawa Arum menjadi Rawa Arum dan Pabuaran. Ia kemudian mengajar di Madrasah Aliah dan Tsanawiyah di Pabuaran.
"Waktu itu produktif sekali. Pagi saya ngajar, siang saya kuliah, malam saya jadi sopir angkot, padat sekali," kata Munirudin yang mengaku kala itu menjalaninya dengan penuh kenikmatan.
Munirudin pun menceritakan kisah saat dirinya baru lulus Madrasah Aliyah yang kala itu tak dapat diterima dan malah menerima perundungan.
- 1
- 2