SuaraBanten.id - Ketua Mejelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis ikut bersuara soal pernyataan Rektor ITK atau Intitut Teknologi Kalimantan, Prof Budi Santosa Purwokartiko yang menyinggung mahasiswi menutup kepala ala manusia gurun.
Cholil Nafis pun mengomentari unggahan facebook itu melalui cuitan akun Twitternya @cholilnafis. Ia menyebut profesor itu harus diberi pelajaran dan tak layak menyandang gelar guru besar.
“Harus diberi tindakan dan diberi pelajaran orang semacam ini. Tak layak dg gelar akademik guru besar dan penyeleksi beasiswa LPDP yg uangnya berasal dari rakyat. Dia Terjangkit penyakit hasud dan premitif. Seharusnya dibersihkan perguruan tinggi dari orang rasis itu,” tulis @cholilnafis.
Cholil Nafis bahkan meminta pihak berwenang untuk menyelidiki kampus tersebut.
Baca Juga:Klarifikasi Rektor Budi Santosa soal Postingan 'Penutup Kepala ala Manusia Gurun'
“Coba ada yang menyelidiki di kampus itu apakah pengajaran agama dikurangi atau bahkan tak boleh ada kajian agama,” lanjut KH Cholil.
Ia juga melalui unggahan akun Instagramnya merasa heran dengan pola pikir Budi Santoso Purwokartiko.
“Apa yang merasuki sang profesor itu sehingga soal tutup kepala disamakan dengan tutup otak. Mengapa harus bawa2 gurun ya. Sepertinya dia belum pernah naik haji atau ziarah ke makam Rasulullah SAW,” kata KH Cholil.
Pernyataan kontroversial Prof Budi Santosa Purwokartiko itu viral setelah mengunggahnya di status akun Facebook-nya pada 27 April 2022.
Meski demikian, saat ditelusuri tulisannya tersebut sudah dihapus.
Baca Juga:Indonesia Bebas dari Hoax jadi Harapan Khatib Shalat Ied di Lebak: Umat Muslim Tidak Boleh Berdusta
“Meskipun sudah dihapus tapi itu sudah terbaca dan sudah beredar maka perlu didorong dia agar memperbaiki pola pikir dan tindakannya,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini.
Beredar tulisan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santosa Purwokartiko di akun Facebook-nya yang menyebut penutup kepala manusia gurun.
Dalam tulisannya, Budi menceritakan saat menyeleksi para mahasiswi yang akan belajar ke luar negeri melalui biaya LPDP.
“Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai tidak satupun yang menutup kepala ala manusia gurun,” tulis Budi Santosa.
Menurut Budi, para mahasiswi yang akan belajar ke luar negeri tanpa penutup kepala manusia pemikirannya terbuka.
“Mereka mencari Tuhan di negara-negara maju seperti Korea Selatan, Eropa dan Amerika Serikat bukan ke negara orang-orang pandai bercerita tanpa karya teknologi,” kata dia.