SuaraBanten.id - Di balik peristiwa Geger Cilegon 1888 ada sosok Kiai Haji Wasyid bin Muhammad Abbas atau Ki Wasyid. Ki Wasyid terlahir dengan nama Qosyid.
Dikutip dari berbagai sumber, Ki Wasyid seorang pejuang yang memimpin Perang Cilegon pada tanggal 9 Juli 1888 hingga gugurnya di medan perang pada tanggal 30 Juli 1888 di Banten.
Gerakan Ki Wasyid dalam perang tersebut banyak dipengaruhi oleh pemikiran guru-gurunya: Nawawi al-Bantani dan Abdul Karim al-Bantani, seorang mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.
Dalam perjuangannya, ia memiliki keahlian dan kemampuan strategis, seperti bagaimana ia melakukan komunikasi-komunikasi politik dengan para ulama, jawara, dan pejuang-pejuang lainnya di Banten dan luar Banten untuk terlibat dalam perang melawan penjajah Belanda.
Baca Juga:Raffi Ahmad Pantau Latihan Rans Cilegon, Netizen Salfok Sama Nagita Slavina
Ki Wasyid lahir pada tahun 1843 di kampung Delingseng, Ciwandan, Cilegon, Banten. Ia terlahir sebagai anak tunggal dari pasangan Kiai Muhammad Abbas dan Nyai Johariah.
Dari garis ayah dan ibunya, ia merupakan keturunan seorang pejuang, yaitu Ki Mas Jong. Silsilah lengkapnya adalah Ki Wasyid bin Ki Abbas bin Ki Qoshdu bin Ki Jauhari bin Ki Mas Jong.
Ki Mas Jong merupakan tangan kanan Prabu Pucuk Umun, raja Pajajaran. Setelah kekalahan Kerajaan Sunda oleh Kesultanan Banten, ia kemudian masuk Islam dan menjadi pengikut dan orang kepercayaan Maulana Hasanuddin, sultan Banten.

Wasyid lahir dari keluarga pejuang yang memberontak terhadap penjajah. Ayahnya, Abbas, mengambil bagian dalam pemberontakan Wakhia (Perang Gudang Batu) tahun 1850. Wasyid kecil tumbuh di tempat pengasingan karena ayahnya sering mengajak keluarganya berpindah-pindah tempat untuk menghindar dari kejaran tentara Belanda.
Ki Wasyid memperoleh pendidikan perdana seperti ilmu agama dasar dari ayahnya, Kiai Muhammad Abbas yang juga seorang pejuang dan guru agama. Ia juga pernah berguru kepada Ki Wakhia, teman ayahnya yang memimpin Perang Gudang Batu di Serang. Ia kemudian menempuh pendidikan ke pesantren-pesantren lokal di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Baca Juga:3 Ulama Indonesia yang Jadi Imam Masjidil Haram, Salah Satunya dari Betawi
Setelah memperoleh pendidikan di pesantren lokal, Ki Wasyid kemudian memperdalam ilmu agamanya di Mekkah sambil menunaikan ibadah haji. Di tanah suci ia berguru kepada Syekh Nawawi al-Bantani.