SuaraBanten.id - Sejarah Kabupaten Tangerang dan asal usul Tangerang. Tangerang dulu hanya satu wilayah, kini sudah terpecah jadi 3 kawasan besar. Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan atau Tangsel.
Di masa lalu, Kabupaten Tangerang dijadikan Kesultanan Banten pertahanan melawan agresi militer Belanda. Tangerang tembok pelindung Kesultanan Banten.
Kabupaten Tangerang ini terbagi 29 kecamatan, 28 kelurahan dan 246 desa. Ibu kota kabupaten ini terletak di Tigaraksa.
Kabupaten Tangerang ini terletak tepat di sebelah barat DKI Jakarta.
Baca Juga:Sejarah dan Asal Usul Serpong, Dulu Tempat Perang, Kini Jadi Kawasan Elit
Sebagai daerah penyangga ibu kota, pertumbuhan perekonomian Kabupaten Tangerang sebagai daerah lintasan dan berdekatan Jakarta melesat pesat. Apalagi setelah diterbitkannya Inpres No.13 Tahun 1976 tentang pengembangan Jabotabek.
Namun sebelum lebih jauh membahas perkembangan Kabupaten yang dipimpin oleh Ahmad Zaki Iskandar, Kabupaten ini memiliki sejarah yang penting untuk diketahui.
Daerah dataran rendah ini memiliki sejarah panjang dengan Batavia.
Sebab setelah pasukan Belanda dengan Kesultanan Banten pada 17 April 1684 membuat perjanjian, sehingga dari perjanjian tersebut memaksa seluruh wilayah Tangerang masuk ke kekuasaan Penjajah Belanda.
Dilansir dari situs resmi Pemkab Tangerang menyebutkan, mulanya saat Kesultanan Banten terdesak oleh Agresi Militer Belanda pada pertengahan abad ke-16, diutuslah tiga maulana yang berpangkat Tumenggung untuk membuat perkampungan pertahanan di wilayah yang berbatasan dengan Batavia.
Baca Juga:Bapak yang Hajar Anaknya Ditangkap Polisi, Korban Lemas dan Ketakutan
Ketiga Tumenggung itu adalah, Tumenggung Aria Yudhanegara, Aria Wangsakara, dan Aria Jaya Santika. Mereka segera membangun basis pertahanan dan pemerintahan di wilayah yang kini dikenal sebagai kawasan Tigaraksa.
Para tumenggung itu tumbang pada tahun 1684, seiring dengan dibuatnya perjanjian antara Pasukan Belanda dengan Kesultanan Banten pada 17 April 1684.
Perjanjian tersebut memaksa seluruh wilayah Tangerang masuk ke kekuasaan Penjajah Belanda. Kemudian, Belanda membentuk pemerintahan kabupaten yang lepas dari Kesultanan Banten di bawah pimpinan seorang bupati.
Jika merunut kepada legenda rakyat dapat disimpulkan bahwa cikal-bakal Kabupaten Tangerang adalah Tigaraksa.
Nama Tigaraksa itu sendiri berarti Tiang Tiga atau Tilu Tanglu, sebuah pemberian nama sebagai wujud penghormatan kepada tiga Tumenggung yang menjadi tiga pimpinan ketika itu.
Seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten membangun tugu prasasti di bagian Barat Sungai Cisadane, saat ini diyakini berada di Kampung Gerendeng.
Waktu itu, tugu yang dibangun Pangeran Soegri dinamakan sebagai Tangerang, yang dalam bahasa Sunda berarti tanda.
Setelah Kabupaten Tangerang di pimpin seorang bupati di era pemerintahan Belanda pada periode tahun 1682-1809 adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII.
Setelah keturunan Aria Soetadilaga dinilai tidak mampu lagi memerintah Kabupaten Tangerang, Belanda menghapus pemerintahan ini dan memindahkannya ke Batavia.
Kemudian Belanda membuat kebijakan, sebagian tanah di Tangerang dijual kepada orang-orang kaya di Batavia, yang merekrut pemuda-pemuda Indonesia untuk membantu usaha pertahanannya, terutama sejak kekalahan armadanya di dekat Mid-Way dan Kepulauan Solomon.
Namun pada tanggal 29 April 1943 terbentuk Kabupaten Tangerang, disusul dibentuknya beberapa organisasi militer, diantaranya Keibodan (barisan bantu polisi) dan Seinendan (barisan pemuda).
Disusul pemindahan kedudukan Pemerintahan Jakarta ke Tangerang dipimpin oleh Kentyo M. Atik Soeardi dengan pangkat Tihoo Nito Gyoosieken atas perintah Gubernur Djawa Madoera.
Seiring dengan status daerah Tangerang ditingkatkan menjadi Daerah Kabupaten, maka daerah Kabupaten Jakarta menjadi Daerah Khusus Ibu Kota.
Di wilayah Pulau Jawa pengelolaan pemerintahan didasarkan pada Undang-undang nomor 1 tahun 1942 yang dikeluarkan setelah Jepang berkuasa.
Undang-undang ini menjadi landasan pelaksanaan tata Negara yang azas pemerintahannya militer.
Panglima Tentara Jepang, Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, diberikan tugas untuk membentuk pemerintahan militer di Jawa, yang kemudian diangkat sebagai gunseibu.
Seiring dengan hal itu, pada bulan Agustus 1942 dikeluarkan Undang-undang nomor 27 dan 28 yang mengakhiri keberadaan gunseibu.
Berdasarkan Undang-undang nomor 27, struktur pemerintahan militer di Jawa dan Madura terdiri atas Gunsyreikan (pemerintahan pusat) yang membawahi Syucokan (residen) dan dua Kotico (kepala daerah istimewa).
Syucokan membawahi Syico (walikota) dan Kenco (bupati). Secara hirarkis, pejabat di bawah Kenco adalah Gunco (wedana), Sonco (camat) dan Kuco (kepala desa).
Pada tanggal 8 Desember 1942 bertepatan dengan peringatan Hari Pembangunan Asia Raya, pemerintah Jepang mengganti nama Batavia menjadi Jakarta.
Pada akhir 1943, jumlah kabupaten di Jawa Barat mengalami perubahan, dari 18 menjadi 19 kabupaten. Hal ini disebabkan, pemerintah Jepang telah mengubah status Tangerang dari kewedanaan menjadi kabupaten.
Perubahan status ini didasarkan pada dua hal; pertama,kota Jakarta ditetapkan sebagai Tokubetsusi (kota praja), dan kedua, pemerintah Kabupaten Jakarta dinilai tidak efektif membawahi Tangerang yang wilayahnya luas.
Sejalan dengan itu , Atik Soeardi yang menjabat sebagai pembantu Wakil Kepala Gunseibu Jawa Barat, Raden Pandu Suradiningrat, diangkat menjadi Bupati Tangerang (1943-1944).
Semasa Bupati Kabupaten Tangerang dijabat, H. Tadjus Sobirin (1983-1988 dan 1988- 1993) bersama DPRD Kabupaten Tangerang pada masa itu, menetapkan hari jadi Kabupaten Tangerang tanggal 27 Desember 1943 (Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1984 tanggal 25 Oktober 1984).
Seiring dengan pemekaran wilayah dengan terbentuknya pemerintah Kota Tangerang tanggal 27 Februari 1993 berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1993, maka pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pindah ke Tigaraksa.
Pemindahan ibukota ke Tigaraksa dinilai strategis, karena menggugah kembali cita-cita dan semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.
Berikut nama -namq Bupati Kabupaten Tangerang
- Atik Soeardi 1943 1944
- Agus Padmanegara.1944 1945
- R. Achjad Penna 1945 1946
- K.H. Abdulhadi 1946 1946
- Tadjus Sobirin 1983 1988 (1988 -1993)
- Syaifullah AR. (1993- 1998)
- Agus Djunara (1998-2003 )
- Ismet Iskandar ( 2003- 2008)( 2008-2013 )
- Ahmed Zaki Iskandar (2013-2018) (2018-2023).
Kontributor : Saepulloh