SuaraBanten.id - Dua bocah dibawah umur mengatur laju kendaraan yang melintas di KM 11 tepatnya di atas jembatan Jalan Lingkar Selatan atau JLS Cilegon yang rusak parah. Meraka rela menjadi Pak Ogah atau pengatur lalu lintas di JLS Cilegon hanya untuk uang sebesar Rp25 ribu perhari.
Uang sebesar Rp25 ribu itu untuk diberikan kepada orang tuanya, uang tersebut hasil pemberian kendaraan yang melintas di jembatan jalan berlubang.
SuaraBanten.id, yang saat itu sedang melintas tidak sengaja melihat dua orang bocah sedang mengatur laju kendaraan yang melintas di Jalan Lingkar Selatan Kota Cilegon.
Secara nalar, keselamatan kedua anak itu sedang terancam lantaran kendaraan yang melintas di jalan Lingkar Selatan itu tidak hanya kendaraan roda dua saja, melainkan minibus hingga tronton besar melintas di jalan tersebut.
Baca Juga:Tenggak 10 Butir Tramadol Sekaligus, Siswa SMK di Cilegon Tewas Overdosis
Diketahui, jalan Lingkar Selatan adalah akses untuk kendaraan besar melintas menuju pabrik yang berada di wilayah Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, jalan tersebut memang diperuntukan untuk kendaraan bersumbu dua ke atas.
Sebut saja Rama salah seorang anak berusia kurang lebih 8 tahun itu mengatakan, dirinya bersama temannya rutin mengarur laju kendaraan di jalan lingkar yang berlubang itu setiap harinya.
"Iya setiap hari om markir disini, tapi ini mah sedang bulan puasa sepi kendaraan juga yang lewat. Biasanya rame kendaraan yang lewat," katanya saat ditanya SuaraBanten.id.
Diungkapkan Rama, biasanya saat hari-hari biasa selain bulan puasa itu ramai kendaraan yang melintas, dan mereka pun kadang mendapatkan uang maksimal Rp25 ribu dalam setengah hari. Uang tersebut, lanjut Rama diberikan kepada orang tuanya untuk keperluan sehari-hari.
"Biasanya sih dapat sekitar Rp25 rbu kuta bagi dua sama teman saya, kami paling disini itu dari pagi sekitar jam 7 sampai jam 12.30 WIB. Tidak lama, tapi bulan puasa ini sedang sepi om," ungkapnya.
Baca Juga:Setahun Penuh, Al Quran Raksasa di Ciwandan Ditulis Tangan Usai Tahajud
Disinggung soal sekolah, Rama berkata, dirinya sekolah di salah satu Sekolah Dasar yang ada di wilayah Kecamatan Ciwandan. Tapi saat ini sekolah tidak masuk.
"Kan sekolahnya juga engga masuk om, kan sekolahnya juga daring om, jadi waktu kita isi dengan markir aja," katanya sambil tersenyum.
Disinggung soal takut tidaknya terhadap bahaya yang mengancap, dijelaskan Rama, dirinya bersama rekannya takut terhadap bahaya yang akan terjadi, akan tetapi kebutuhan sehari-hari membuatnya kudu bersikeras mencari nafkah.
"Ya takut om, takut ke tabrak, takut kesengogol, tapi kan mobilnya pelan jalannya om engga ngebut," ketusnya.
Kontributor : Adi Mulyadi