Mengayuh Kursi Roda, Slamet Nugroho Berjuang dari Tepi Jalan Raya

Slamet Nugroho adalah penyandang disabilitas yang memodifikasi kursi roda sehingga bisa digunakan berjualan di tepi jalan.

RR Ukirsari Manggalani
Kamis, 07 Januari 2021 | 07:48 WIB
Mengayuh Kursi Roda, Slamet Nugroho Berjuang dari Tepi Jalan Raya
Slamet Nugroho berjualan di atas kursi roda manual yang sudah dimodifikasi. Lokasi kerjanya di ruas jalan raya Tegal-Purwokerto (Suara.com/F Firdaus)

SuaraBanten.id - Bila berkendaraan melewati ruas jalan raya Tegal-Purwokerto, Banjaran, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, mungkin bisa bertemu sosok ini. Namanya Slamet Nugroho, usia 32 tahun, berbekal alat penunjang kerja kursi roda manual yang dimodifikasi sehingga bisa membawa barang dagangan, sekaligus melindunginya dari hujan dan paparan sinar matahari. Selintas mirip kendaraan roda dua tertutup, apalagi dilengkapi kaca spion motor.

Warga Desa Balamoa, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal  ini setiap hari  merayap di antara lalu lalang sepeda motor dan mobil. Selain harus waspada agar tidak sampai tertabrak kendaraan, Slamet Nugroho harus berhati-hati jika menemui lubang jalan.

Sudah empat tahun ia berjualan camilan dan minuman ringan di atas kursi roda. Jam kerjanya mulai pukul 13.00 WIB dan baru pulang petang saat Magrib.

"Kalau belum banyak yang laku kadang jualan sampai jam 9 malam. Selain di Adiwerna, juga di Slawi," katanya kepada Suara.com.

Baca Juga:Ayahnya Driver Ojol Korban Tabrak Lari, Gadis Cilik Ini Bantu Ambil Order

Slamet Nugroho berjualan di atas kursi roda manual yang sudah dimodifikasi di Jalan Raya Tegal-Perwokerto, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Rabu (6/1/2021). (Suara.com/F Firdaus)
Slamet Nugroho berjualan di atas kursi roda manual yang sudah dimodifikasi di Jalan Raya Tegal-Purwokerto, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Rabu (6/1/2021). (Suara.com/F Firdaus)

‎Penghasilan yang didapat Slamet dari berjualan tak menentu. Rata-rata Rp40 ribu hingga Rp50 ribu sekali berjualan.

"Situasi pandemi seperti sekarang ada pengaruhnya. Paling sering dapat Rp30 ribu, kadang Rp20 ribu, kadang juga tidak dapat uang sama sekali," tuturnya.

Slamet Nugroho menyandang disabilitas sejak umur satu tahun.

"Awalnya sakit terus periksa ke mantri dan disuntik. Setelah itu katanya saya kena polio. Saya tidak bisa berdiri kalau tidak pegangan tembok dan tidak bisa jalan,” ujar lelaki yang  indekos di Desa Tembok Luwung, Kecamatan Adiwerna, agar bisa mandiri dari kedua orangtuanya.

Salah satu pengalamannya sebagai pengguna jalan raya adalah tertabrak sepeda motor saat sedang berjualan.

Baca Juga:Kaleidoskop Oto: Motor Bermesin Bongsor ke Indonesia pada 2020

“Pernah sekali ditabrak motor sampai kursi roda saya roboh, untungnya saya tidak apa-apa,” kisahnya.

Kejadian itu tidah mengubah Slamet Nugroho, ia tetap bersemangat melakoni usahanya itu. Tidak ingin hidup mengandalkan rasa kasihan orang lain.

"Saya tidak mau selamanya berpangku tangan. Ingin berusaha sendiri karena orang kan tidak mungkin akan memberi terus-menerus," tukasnya.

Prinsip untuk tidak mau dikasihani karena kondisi fisiknya benar-benar dipegang Slamet Nugroho. Ketika ada orang yang memberinya uang, dia tak mau menerimanya.

"‎Kalau lagi jualan banyak yang ngasih uang, tetapi tidak mau membeli karena mungkin kasihan melihat kondisi saya. Saya tolak karena saya tidak mau dikasihani. Saya tidak jualan kasihan. Saya maunya orang beli," tukasnya.

Dengan keterbatasannya itu, Slamet bertekad untuk terus berjualan demi bisa memperbaiki taraf hidupnya. Selama kedua tangannya masih mampu menggerakkan ‎kursi roda di atas jalan, dia ingin terus memelihara mimpinya.

"Cita-cita saya ‎ingin punya toko sendiri suatu saat nanti," pungkasnya.

Kontributor : F Firdaus

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini