Pandemi di Tahun Baru, Buruh Terompet Merugi Warga Kian Tidak Peduli

Sementara para buruh terompet tidak berani jualan karena takut disalahkan, sebagian masyarakat masih berkerumun ketika wabah belum dinyatakan pergi.

M Nurhadi
Senin, 04 Januari 2021 | 10:28 WIB
Pandemi di Tahun Baru, Buruh Terompet Merugi Warga Kian Tidak Peduli
Sarjono saat merapikan terompet yang awalnya akan ia jual pada malam tahun baru, Sabtu (2/1/2021) [Suara.com/Alwan]

SuaraBanten.id - Terompet jadi salah satu ornamen yang tak terpisahkan dari perayaan tahun baru. Namun, wabah Covid-19 yang mendera hampir seluruh umat di dunia faktanya berdampak pada para penjual terompet.

Imbauan pelarangan untuk merayakan tahun baru di berbagai wilayah nampaknya amat berdampak pada para pengrajin terompet. Salah satunya dialami oleh pengrajin terompet di Kelurahan Cibodas Besar, Kecamatan Cibodas, Sarjono.

Sudah lebih dari 20 tahun ia selalu mengantongi untung fantastis menjelang perayaan pergantian tahun. Namun, tahun ini nampaknya ia sedang tak seberuntung seperti tahun-tahun sebelumnya.

Selama Pandemi Covid-19, Sarjono memilih berhenti memproduksi terompet lantaran khawatir disalahkan akibat adanya kebijakan pelarangan peringatan tahun baru.

Baca Juga:Ngeri! Habis Dipecat, Buruh Pabrik Curi Ekskavator dan Gilas 50 Mobil

Aturan tersebut tentu membuat dilema bagi sebagian besar pedagang dan pengrajin terompet.

"Semenjak ada larangan merayakan tahun baru, para pengrajin memilih untuk berhenti produksi dan harus mengalami kerugian puluhan juta," katanya saat ditemui di kediamannya, Kamis (31/12/2020).

Ia dan para pengrajin terompet lainnya memilih berhenti produksi lantaran takut disalahkan atau mendapat sanksi. 

"Kami takut disalahkan, karena apa yang kami jual sangat berhubungan erat dengan perayaan tahun baru," ungkap pria yang memakai peci hitam itu.

Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, menjelang tahun baru Sarjono mengaku bisa memproduksi hingga 25.000 terompet.

Baca Juga:Benarkah Ribuan Jemaah Tanpa Masker Sambut Ustaz Abdul Somad? Ini Faktanya

"Puluhan ribu terompet itu pesanan untuk disebar ke seluruh wilayah Tangerang Raya, ada yang pesanan, ada juga yang keluarga atau teman kita yang berjualan," ungkapnya.

Dalam penjualan puluhan ribu terompet itu, lanjutnya, ia bisa mengantongi keuntungan hingga puluhan juta dan mempekerjakan kerabat hingga tetangga-tetangganya.

"Kalau lagi produksi biasanya disini (rumah-Red)  ramai orang, mulai dari saudara, tetangga, hingga teman-teman di kampung saya minta bantu produksi," tuturnya menceritakan kisahnya.

Tahun ini, lanjut Sarjono, terompet bekas berjualan pergantian tahun 2020 lalu juga masih tersisa sebanyak tiga karung. Meski demikian, ia juga tidak berani untuk menjual terompet-terompet buatannya. 

"Biasanya dari tahun ke tahun selalu ada sisa dan dijual pada tahun depannya. Tapi kalau sekarang kami ga berani jual," ujarnya.

Untuk memenuhi kebutuhannya, Sarjono kini memilih membuka usaha warung nasi. Meski demikian, warung nasi miliknya belum begitu ramai dikunjungi pembeli.

"Sekarang saya buka warung nasi kecil-kecilan. Lumayan lah, walaupun belum ramai cukup untuk tambahan sehari-hari," ungkapnya.

Meski denga rasa "takut disalahkan" dan tujuan agar wabah segera pergi, nampaknya tidak semua warga satu suara. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya warga yang justru berkerumun saat malam tahun baru.

Tentu saja ini kian menambah dilema masyarakat yang menunggu momen tahun baru untuk berjualan, namun tidak bisa melakukan hal itu karena larangan pemerintah. Sementara, warga justru dengan mudahnya berkerumun menyambut tahun baru.

Kontributor : Hairul Alwan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak