Andi Ahmad S
Selasa, 16 September 2025 | 19:39 WIB
Jalan Raya di Parungpanjang diblokir truk tambang sejak Jumat (8/12/2023) pukul 09:00 malam hingga Sabtu (9/12/2023) tadi pagi. [Ist]
Baca 10 detik
  • Warga Mengambil Tindakan Karena Merasa Penegak Hukum Abai
  • Pelanggaran Aturan Menciptakan Dampak Buruk yang Luas
  • Kurangnya Koordinasi Antar-Wilayah Menjadi Akar Masalah
[batas-kesimpulan]

SuaraBanten.id - Aksi dramatis warga Kecamatan Legok yang menghadang paksa puluhan truk tambang pada Selasa lalu bukan sekadar potret kemarahan sesaat.

Insiden ini adalah puncak gunung es dari sebuah masalah kronis yang tersembunyi di area abu-abu perbatasan sebuah lubang hitam yurisdiksi antara Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bogor.

Di satu sisi, Kabupaten Tangerang memiliki aturan tegas, Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 12 Tahun 2022, yang melarang truk angkutan barang melintas di siang hari (hanya boleh pukul 22.00-05.00 WIB).

Namun di sisi lain, aturan ini menjadi tak bergigi begitu berhadapan dengan arus kendaraan dari wilayah tetangga.

Lantas, mengapa aturan yang dibuat untuk melindungi warga ini bisa lumpuh total?

Menurut kesaksian warga di lokasi, masalah utamanya bukanlah pada isi aturan, melainkan pada titik awal pelanggaran. Truk-truk tambang ini mayoritas berasal dari Kabupaten Bogor, sebuah wilayah yang aturannya mungkin berbeda atau penegakannya lebih longgar.

Tokoh pemuda Legok, Tama, secara gamblang menunjuk titik lemah ini.

"Tetapi dari Kabupaten Bogor di siang hari truk sumbu tiga ini diperbolehkan melintas. Jadi kami elemen masyarakat membantu pemda menertibkan truk-truk yang masuk wilayah Tangerang," ujarnya, dilansir dari Antara.

Pernyataan ini mengindikasikan adanya celah fatal. Secanggih apapun sistem pengawasan di Tangerang, ia akan selalu jebol jika pintu air dari Bogor terus dibuka lebar.

Baca Juga: Perbup Ada, Truk Tetap Liar! Saat Warga Legok Buktikan Aturan Jam Operasional Cuma Macan Kertas

Truk-truk ini sudah terlanjur masuk ke jalan raya utama sebelum sempat ditindak oleh petugas di wilayah Tangerang.

Bahkan, ironisnya, saat aksi penghadangan berlangsung, massa sempat menegur keras petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bogor yang berada di lokasi namun terkesan pasif dan membiarkan truk-truk tersebut terus melaju.

"Lubang hitam" ini tercipta karena tidak adanya kebijakan yang terintegrasi antara dua pemerintah daerah yang berbagi jalur ekonomi vital ini.

Kabupaten Tangerang

Punya Perbup ketat untuk melindungi warganya dari dampak negatif aktivitas tambang (macet, polusi, kecelakaan).

Kabupaten Bogor

Sebagai lokasi sumber tambang, diduga memiliki kebijakan yang lebih longgar untuk mendukung kelancaran aktivitas ekonomi tersebut.

Ketika dua kebijakan yang tidak sinkron ini bertemu di satu ruas jalan, yang terjadi adalah kekacauan. Tidak ada check point bersama yang efektif di perbatasan.

Tidak ada operasi gabungan yang rutin. Akibatnya, para pengemudi truk memanfaatkan celah ini untuk beroperasi seenaknya.

Kegagalan sistemik inilah yang pada akhirnya memicu aksi main hakim sendiri oleh warga.

Ketika aparat yang digaji oleh negara tidak mampu menegakkan aturan yang dibuat oleh negara, warga merasa tidak punya pilihan lain selain melindungi diri mereka sendiri.

Aksi penghadangan ini adalah pesan yang sangat kuat: warga tidak hanya marah pada sopir truk, mereka marah pada sistem yang gagal melindungi mereka.

"Kerugian masyarakat banyak, karena kalau dihitung dampak aktivitas kendaraan ini kerap kali menimbulkan korban jiwa bahkan polusi dari kendaraan itu," ungkap Tama, menyoroti harga mahal yang harus mereka bayar.

Ancaman warga untuk terus melakukan aksi serupa adalah sinyal darurat bagi kedua pemerintah daerah.

"Makanya kita minta tolong untuk petugas bertindak tegas. Tegaskan peraturan dan tertibkan jangan begitu saja," pungkas Tama.

Load More