Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Jum'at, 02 Mei 2025 | 22:36 WIB
Lokasi proyek pengembangan wisata Gunung Pinang, Kabupaten Serang. [Rasyid/bantennews]

Diketahui, proyek ini dilakukan di atas lahan seluas 5 hektare berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Perhutani.

Skema kerja sama melibatkan sistem sewa Rp5 juta per hektare serta bagi hasil dari jumlah pengunjung. Namun, hingga kini dihentikan, legalitas utamanya belum lengkap.

"Izin AMDAL baru kami urus setelah ini, dan memang kami sudah koordinasi dengan KLH," akunya.

Dalam kesempatan itu, Dudung menolak mengomentari tuntutan warga yang meminta mutasi pejabat Perhutani terkait.

Baca Juga: Tawuran Pelajar Berdarah di Serang: Saling Tantang di IG Berujung Tangis di Kantor Polisi

"Itu wewenang internal Perhutani. Kami hanya bertanggung jawab atas kegiatan kami sendiri," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Ratusan warga Desa Pejaten, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten menggelar unjuk rasa di depan Kantor Perhutani Gunung Pinang yang berada di Desa Pejaten, Kecamatan Kramatwatu, kabupaten Serang, Banten Rabu April 2025.

Aksi Ratusan warga Kecamatan Kramatwatu itu dilakukan sebagai bentuk penolakan aktivitas pembabatan hutan Gunung Pinang yang diduga dilakukan oleh pihak pengembang.

Menurut informasi, aksi warga penolakan pembabatan Gunung Pinang yang dilakukan warga Kramatwatu itu berlansung sejak sekira 09.00 WIB. Penolakan ratusan warga tersebut turut diwarnai dengan aksi vandalisme.

Masyarakat menuntut penghentian aktivitas pembukaan lahan yang dianggap merusak ekosistem hutan lindung di Gunung Pinang.

Baca Juga: Tolak Pembabatan Gunung Pinang, Ratusan Warga Kramatwatu Geruduk Kantor Perhutani

Ketua Karang Taruna Kecamatan Kramatwatu, Sumarga mengatakan, aksi ratusan warga tersebut merupakan bentuk respons spontan masyarakat atas keresahan yang sebelumnya disampaikan pada Sabtu 26 April 2025 lalu.

Load More