Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Jum'at, 02 Mei 2025 | 07:05 WIB
Tangis pelajar yang terlibat tawuran di Kabupaten Serang, Banten di hedapan orang tua. [Istimewa]

Tangis Pelajar dan Orang Tua Pecah

Rabu, 30 April 2025 lalu tampaknya bakal jadi momen haru tak terlupakan bagi 11 pelajar yang terlibat tawuran di Kabupaten Serang, Banten.

Suara sirine polisi memecah riuh mereka, kemudian belasan pelajar itu digiring ke Mapolres Serang lantaran terlibat tawuran berdarah di Kampung Pagintungan, Kecamatan Jawilan.

Salah seorang siswa SMPN 4 Pamarayan berinisial MF mengalami luka bekas sabetan senjata tajam di bagian kepala.

Baca Juga: Tolak Pembabatan Gunung Pinang, Ratusan Warga Kramatwatu Geruduk Kantor Perhutani

Tak hanya membekas di kepala, luka tersebut juga menyayat hati orang tua dan masyarakat yang menyaksikan dampak kelam dari kemarahan yang dibakar melalui media sosial.

Aksi saling tantang di Instagram, yang mungkin dimulai dari ejekan sepele, berakhir di ruang perawatan puskesmas. MF datang bersama dua temannya, namun pulang dengan kepala bersimbah darah.

MF mengalami luka akibat sabetan senjata tajam yang diduga dilakukan pelajar Al Wahdah berinisial MZF.

Di Mapolres, Kapolres Serang, AKBP Condro Sasongko menatap satu per satu wajah para pelajar yang tertunduk. Mereka bukan kriminal, pikirnya, tapi anak-anak yang salah arah.

"Kami sengaja memanggil para orangtua ke Mapolres. Bukan untuk mempermalukan, tapi agar mereka tahu dan bisa membimbing anak-anaknya lebih baik," ujarnya, Kamis (1/5/2025).

Baca Juga: Partisipasi Pemilih PSU Pilkada Serang Turun Drastis

Tangis pecah saat para ibu memeluk anak-anaknya. Wajah-wajah cemas dan kecewa itu tampak tak menyangka bahwa buah hatinya terjerumus dalam aksi kekerasan.

"Saya melihat mereka menyesal. Namun, proses hukum terhadap pelaku penganiayaan tetap berjalan," kata Condro lirih.

Dalam pertemuan itu, para pelajar diminta saling memaafkan, dan yang terpenting, meminta maaf kepada orangtua mereka.

Permohonan maaf yang tak hanya menyentuh hati, tapi juga mengandung janji—janji untuk tak mengulanginya lagi. Condro menegaskan, pencegahan tawuran bukan sekadar tugas polisi.

"Ini tanggung jawab bersama—sekolah, masyarakat, dan yang paling utama: orangtua. Anak-anak kita harus diawasi dan diberi ruang komunikasi yang terbuka," tegasnya.

Ia juga mengingatkan para pelajar agar tidak mudah terprovokasi. "Satu keputusan keliru bisa menghancurkan masa depan yang telah dibangun sejak kecil," pesannya.

Load More