Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Selasa, 18 Februari 2025 | 21:31 WIB
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Tangerang UMT Tangerang, Korry El Yana (tengah) turut mengomentari kebijakan tata kelola Ges Elpiji 3 kilogram [Wivy Hikmatullah/SuaraBanten.id].

Kebijakan paling krusial kata Adib, salah satunya soal pembatasan Gas Elpiji 3 kg yang dikeluarkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Manusian (ESDM) Bahlil Lahadalia.

Menurutnya, kebijakan melarang pengecer menjual gas elpiji 3 kg itu sebagai kebijakan yang tak masuk akal lantaran harus diterapkan dalam waktu singkat sehingga menyebabkan kelangkaan gas elpiji bagi kategori rakyat miskin.

"Apakah Bahlil itu sudah menghitung secara matang ketika mengeluarkan kebijakan. Seolah nggak pernah sekolah. Tidak bisa aturan kebijakan tersebut langsung diterapkan hanya dalam 3 hari," tegas Adib.

Dosen UNIS Tangerang itu juga menjelaskan, tidak akan mudah menjadikan pengecer sebagai sub-pangkalan karena butuh modal yang besar.

Baca Juga: Robinsar-Fajar Inventarisir Masalah Pendidikan di Cilegon Hingga Bentuk 'Sekolah Juare'

"Untuk jadi agen gas elpiji itu minimal butuh modal Rp500 juta. Nggak bisa cuma daftar di disistem, karena birokrasinya ribet," jelasnya.

Menurut Adib, kunci penting program dan kebijakan Presiden Prabowo adalah kepala di daerah dapat menerjemahkan apa tujuan dari program dan kebijakan oleh Prabowo.
Jika tak bisa diterjemahkan dan dilakukan oleh pemerintah daerah, maka Prabowo akan jadi sasaran utama kemarahan rakyat.

"Kalau arahan kebijakan Presiden Prabowo tidak bisa diterjemahkan dalam level provinsi dan daerah, saya punya idiom bahwa Presiden seolah raja tanpa patih. Pengertiannya adalah kebijakan dia tidak ditaati oleh bupati dan wali kota," pungkasnya.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Baca Juga: Hari Mambaca Nyaring, Fajar Hadi Prabowo Singgung Pentingnya Literasi

Load More