SuaraBanten.id - Mantan Direktur Operasional (Dirops) PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM), Akmal Firmansyah buka-bukaan seputar kasus korups kapal tunda PT PCM.
Akmal Firmansyah buka-bukaan seputar kasus korups kapal tunda PT PCM saat dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Senin (26/2/2024).
Saat dipanggil, Akmal berstatus sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek akses jalan Pelabuhan Warnasari.
Akmal saatitu dicecar seputar perannya dalam pengadaan kapal tunda, termasuk terkait namanya yang muncul sebagai salah satu penerima uang dari proyek pengadaan kapal tunda itu.
Dalam penjelasan, Akmal mengatakan pendanaan pengadaan kapal tunda semula akan melalui sistem mandiri, yakni melalui pinjaman Bank Jabar Banten atau BJB.
Namun rencana itu berubah menjadi patungan antara PT PCM dengan PT AM Indo Tek milik terdakwa Aryo.
“Kami sudah bekerja sama dengan Bank BJB untuk konsorsium Rp50 miliar. Sistem pembayaran ke Bank BJB, kesanggupan PT PCM kreditnya Rp700 juta per bulan. Pas dibahas, Direktur Bank BJB nya meninggal dunia, jadi kita stuck,” kata Akmal dikutip dari BantenNews.co.id (Jaringan SuaraBanten.id), Senin (26/2/2024).
Akmal kemudian mengatakan jika keberadaan PT AM Indo Tek pada kegiatan tersebut tidak melalui beauty contest.
Perusahaan tersebut langsung ditunjuk oleh mantan Dirut PT PCM, almarhum Arief Rivai Madawi.
Pembelian kapal, lanjut Akmal, tidak dilakukan dengan sistem tunda dengan alasan pihaknya kesulitan menemukan kapal baru serta biaya sewa yang mahal.
Karena itulah terjadi kesepakatan pembelian kapal secara patungan, yaitu PT AM Indo Tek sebesar Rp50 miliar dan PT PCM Rp24 miliar.
“Sebetulnya tidak terlalu mendesak (pengadaan kapal tunda), cuma Dirut (Arief Rivai) begitu menggebu-gebu melaksanakan pengadaan kapal tersebut. Jadi Direktur Utama memutuskan sendiri pembelian kapal menjadi patungan dengan PT AM Indo Tek,” ujarnya.
Pengakuan Akmal, dirinya sempat dititipkan uang sebesar Rp700 juta oleh almarhum Arief Rivai Madawi.
Namun ia sempat menolaknya dan memberikan uang tersebut kepada Manajer Keuangan PT PCM.
Uang tersebut, kata Akmal, akan digunakan untuk mengurus perizinan pelabuhan, namun Rp400 juta diambil kembali oleh Arief, sehingga hanya tersisa Rp300 juta untuk mengurus perizinan.