SuaraBanten.id - Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan baru-baru ini turut mengomentari kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) beberapa waktu lalu.
Amirsyah Tambunan meminta BNPT tak mencampuri urusan agama lantaran bisa saja gagal paham hingga berujung pada tuding-menuding radikal.
“BNPT sebaiknya tidak mencampuri soal Agama yang bukan domainnya, karena bisa salah paham atau gagal paham yang digunakan untuk tuding-menuding radikal,” katanya, Selasa (8/3/2022) dikutip dari Terkini.id--Jaringan Suara.com.
Amirsyah juga mengomentari poin demi poin terkait kriteria penceramah radikal. Pada poin pertama, Amirsyah mengkritik BNPT menyebut penceramah radikal mengajarkan ajaran anti Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional.
“Kriteria pertama ini blunder karena tidak paham pada ajaran Islam seperti Khilafah,” ungkapnya.
Amirsyah bahkan membandingkan banyak ajaran yang bertentangan dengan Pancasila, seperti Komunisme tidak pernah dijelaskan negara secara jujur. Begitu juga paham kapitalisme, liberal yang diterapkan saat ini justru menyebabkan ekonomi rakyat terpuruk.
“Karena tambang dikuasai para oligarki tidak pernah disebut bertentangan dengan Pancasila,” ungkapnya.
Dalam kriteria kedua disebutkan penceramah radikal kerap mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama. Amirsyah pun meminta BNPT tak salah paham soal paham dalam Islam.
“Selama ini tidak ada masalah karena secara internum bagi umat Islam. Contoh keyakinan yang menyimpang dari akidah Islam seperti penganut Ahmadiyah, memang terkategori kafir karena telah mengimani ada Nabi lagi setelah Muhammad Saw dan mengimani kitab lain setelah Alquran,” jelas Amirsyah.
Baca Juga:Polemik Penceramah Radikal, Cholil Nafis Beri Respon Mengejutkan, Singgung Keras Pemerintah
Kriteria ketiga, penceramah radikal punya sikap anti pemimpin atau pemerintah yang sah dengan sikap membenci dengan menyebar hoaks dan fitnah. Sekjen MUI ini mengimbau agar para buzzer yang menyebarluaskan fitnah, adu domba juga harus di berikan sanksi tegas oleh pemerintah.
“MUI selama ini bermitra dengan pemerintah karena itu kebijakan pemerintah yang benar didukung, sebaliknya jika ada kebijakan yg menyimpang berdasarkan konstitusi, agar berbangsa dan bernegara kembali ke jalan yang benar,” kata dia.
Amirsyah juga mengkritik kriteria keempat yang menyebut penceramah radikal punya sikap eksklusif serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman.
Meski demikian, menurutnya secara proporsional sikap tersebut tidak ada masalah terkait ibadah. Umat Islam memang eksklusif karena tidak mau mencampuri ibadah agama lain seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Kafirun.
Sementara soal kriteria kelima yang disebutkan penceramah radikal adalah yang memiliki pandangan anti budaya atau anti kearifan lokal keagamaan. Amirsyah Tambunan juga menepis BNPT menyebut Islam menghargai budaya lokal.
Namun kerap kali budaya itu berimplikasi pada kekufuran. Contohnya seperti mengorbankan hewan untuk sesembahan yang dipastikan diharamkan.
“Kalau budaya itu sejalan dengan Islam, seperti dakwah yang di kembangkan para wali Songo terbukti penyebaran Islam dengan menggunakan kearifan lokal,” pungkasnya.