SuaraBanten.id - Asal usul Cisauk mungkin belum banyak yang mengetahuinya. Cisauk merupakan daerah pemekaran dari Serpong.
Urban legend Cisauk atau legenda yang banyak diyakini orang banyak, Cisauk tempat buang anak jin. Dalam tulisan ini juga akan dibahas soal Stasiun Cisauk dan Bunker Cisauk.
Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang awalnya bagian dari Kecamatan Serpong yang mengalami pemekaran wilayah. Padahal dulunya tempat ini terkesan terbelakang, kumuh dan kotor. Bahkan dulunya berupa sawah dan kebun karet.
Saat ini, kawasan ini banyak diburu para investor, pencari rumah, dan juga raksasa-raksasa pemodal. Padahal dahulu Cisauk identik terkenal akan keangkerannya yang diistilahkan sebagai tempat 'jin buang anak'.
Baca Juga:Jejak Islam di Tangerang, Makam Keramat Solear hingga Mitos Monyet Liar
Dikutip dari berbagai sumber, Kecamatan Cisauk pada mulanya merupakan bagian dari Kecamatan Serpong yang mengalami pemekaran wilayah. Nama Cisauk diambil dari nama salah satu desa, Desa Cisauk, kini telah berubah status menjadi Kelurahan Cisauk.
Kecamatan Cisauk saat terdiri dari lima desa dan satu kelurahan, diantaranya Desa Dandang, Desa Cibogo, Desa Suradita, Desa Sampora Desa Mekarwangi dan Kelurahan Cisauk. Batas antara kecamatan Setu dengan Kecamatan Cisauk adalah Sungai Cisadane.
Lokasinya berada di bibir BSD City merasa diuntungkan dan terus dikembangkan menjadi kota mandiri terpadu. Ada sejumlah pengembang yang telah mengembangkan kawasan tersebut, diantaranya PT Adhi Commuter Properti yang merupakan anak perusahaan dari PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
PT Adhi Commuter Properti melakukan kolaborasi dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk membangun kawasan hunian Member of LRT City yang dinamakan Cisauk Point.
Selain itu ada juga PT Hutama Anugrah Propertindo mengembangkan proyek apartemen berbasis transit oriented living (TOL) di samping stasiun Cisauk. Proyek yang dengan luas 2,7 hektare ini berintegritas dengan stasiun Cisauk.
Baca Juga:Asal Usul Nama Tigaraksa, Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang
Sarah Hanan Sahara mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam skripsinya 'Pengembangan Kota Mandiri BSD dan Perubahan Sosiol'(studi kasus masyarakat desa Sampora, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang 2019) menyebutkan, dulunya masyarakat Cisauk terutama di desa Sampora bekerja sebagai petani untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya.
Dari sektor pertanian maupun perkebunan kondisi tanah yang cukup subur membuat masyarakat membuka lahan pertanian di sekitar rumah mereka dengan skala kecil, memanfaatkan tanah dan alat produksi
lainnya masyarakat desa Sampora membangun perekonomiannya sendiri.
Perubahan sosial masyarakat di desa itu diawali dari tahun 2010, setelah berdirinya pusat perbelanjaan di wilayah Kabupaten Tangerang. Desa Sampora masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tangerang terkena dampak pembangunan Mall tersebut.
Selain pembangunan Mall terdapat juga pemukiman yang dikenal BSD City, yang merupakan suatu kawasan pemukiman komersial dan industri yang dahulunya dikenal sebagai kota mandiri Bumi Serpong Damai.
Dimana lokasinya antara lain terdapat di Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Setu di Kota Tangerang Selatan dan Kecamatan Legok, Kecamatan Pagedangan, Kecamatan Cisauk di Kabupaten Tangerang.
Sesuai dengan Master Plan BSD City, pengembangan BSD City mencakup luas sekitar 5950 Ha. Pembangunan di BSD City terdiri dari 3 tahap yaitu Tahap I di atas lahan seluas sekitar 1800 Ha, Tahap II di atas lahan seluas sekitar 2000 Ha, dan Tahap III di atas lahan seluas sekitar 2150 Ha.
Adanya mega proyek BSD City ini juga membuat mobilitas penduduk ke wilayah sekitar Kabupaten Tangerang berjumlah 732.919 jiwa.Tingginya jumlah penduduk di suatu perkotaan tidak diimbangi ketersediaan lahan pemukiman serta tingginya harga properti menyebabkan masyarakat harus mencari alternatif wilayah lain namun menjangkau lokasi tempat bekerja dengan efisien.
Berdasarkan hasil wawancara Sarah Hanan Sahara bersama Sekertaris Desa Sampora, Saprudin dijelaskan, sebelum ada pengembangan datang, desa Sampora awalnya sawah, kebun karet, dan pertanian lahan kering untuk menanam singkong dan ubi. Namun tahun 2010, masyarakat banyak yang menjual tanahnya kepada pengembang untuk dijadikan kawasan perumahan.
Bunker Cisauk
Ditengah gemerlap pembangunan properti di Kecamatan Cisauk, terdapat benda berupa sebuah bangunan bergaya Eropa-China peninggalan Belanda. Letaknya Di pinggiran jalan Desa Cisauk.
Dikutip dari situs SMAN 28 Kabupaten Tangerang, dalam bangunan itu terdapat tulisan-tulisan di dinding yang ditulis pada masa penjajahan itu, diduga rumah tersebut adalah pos komando militer.
John Verbeek pemerhati bangunan pertahanan militer asal Den Haag, Belanda yang menelaah sejumlah coretan di dinding sebuah kamar rumah tersebut menemukan penggalan cerita-cerita tentang aktifitas perjuangan masa lalu. Ini menerangkan senjata dan amunisi yang berhasil dirampas oleh Resimen Artileri Medan Belanda dari tangan Republik.
Rumah di Cisauk ini meski tidak terawat, masih kokoh berdiri sesuai aslinya, yang benar-benar membuktikan dugaan bahwa rumah tersebut adalah pos komando militer, di halaman samping rumah terdapat bunker. Bunker tersebut tingginya dua meter dan panjang 6 meter. Bungker ini juga memiliki jalan pintu keluar yang kini tembus di tempat parkir sebuah Klenteng Kwan Im Hud Cow.
Stasiun Cisauk
Kehadiran para investor tidak serta merta berdiri sendiri, jauh sebelumnya Cisauk sudah memiliki sarana transportasi untuk mendukung mobilitas. Cisauk 1899 sudah memiliki stasiun yang terkoneksi dengan stasiun daerah lain
Stasiun Cisauk merupakan stasiun kereta api kelas III yang terletak di Cibogo, Cisauk, Tangerang. Stasiun yang terletak pada ketinggian sekitar 33 meter ini termasuk dalam Daerah Operasi I Jakarta. Stasiun Cisauk merupakan stasiun kereta api yang letaknya paling tenggara di Kabupaten Tangerang.
Haritage Kereta Api Indonesia menyebutkan, stasiun Cisauk dibangun tahun 1899 merupakan stasiun kereta api yang berada paling tenggara kabupaten Cisauk, Tangerang.
Dibangun pada masa kolonial dengan usia bangunan lebih dari 100 tahun. Dari model dan karakteristik bangunan Stasiun Cisauk dapat ditemukan juga pada bangunan stasiun lain. Berikut catatan keberadaan status Cisauk.
2 Januari 1988 , Peresmian lintas Batavia-Duri-Tangerang sepanjang 23 km oleh Perusahaan Kereta Api Negara Staatssporwegen (SS)
1 Oktober 1899, Stasiun Cisauk diresmikan bersamaan dengan peresmian lintas Duri-Rangkasbitung sepanjang 76 km oleh Perusahaan Kereta Api Negara Staatssporwegen
Tahun 1900, Staatssporwegen melanjutkan pembangunan lintas Batavia-Duri-Tangerang hingga ke Serang dan Anyer
Tahun 1951, Nasionalisasi aset kereta api termasuk aset Staatssporwegen ke DKA (Djawatan Kereta Api)
Tahun 1976, Pemerintah melalui Dinas Perhubungan bekerjasama dengan pemerintah Jepang melakukan peningkatan fungsi kereta api di Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi).
Lintas Serpong dari Tanah Abang-Sudimara-Serpong sepanjang 23,3 km turut menjadi bagian proyek kereta api Jabodetabek. Salah satu hal penting adalah elektrifikasi lintas Serpong yang melintasi Stasiun Cisauk
Kontributor : Saepulloh