Menurut WH, PPKM mikro dilakukan melalui koordinasi antara seluruh unsur yang terlibat, mulai dari ketua RT/RW, Kepala Desa/Lurah, Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas), Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).
Selain itu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Pos Pelayanan Keluarga Berencana Kesehatan Terpadu (Posyandu), Dasawisma, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Pemuda, Penyuluh, Pendamping, Tenaga Kesehatan, dan Karang Taruna serta relawan lainnya.
Adapun Mekanisme koordinasi, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan PPKM Mikro dilakukan dengan membentuk Posko tingkat Desa dan Kelurahan bagi wilayah yang belum membentuk Posko dan terhadap wilayah yang telah membentuk Posko dimaksud agar lebih mengoptimalkan peran dan fungsinya.
“Untuk supervisi dan pelaporan Posko tingkat Desa dan Kelurahan membentuk Posko Kecamatan. Bagi wilayah yang belum membentuk Posko Kecamatan dan terhadap wilayah yang telah membentuk Posko Kecamatan agar lebih mengoptimalkan peran dan fungsinya,” ujarnya.
Baca Juga:Sandiaga Uno: Pelarangan Mudik Buat Wisata di Banten Bakal Membludak
Adapun pelaksanaannya, khusus untuk Posko tingkat Desa dapat menetapkan atau melakukan perubahan regulasi dalam bentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.
Adapun lokasi atau tempat yang menjadi Posko penanganan Covid-19 di tingkat Desa dan Kelurahan yang memiliki empat fungsi, yaitu pencegahan, penanganan, pembinaan, dan pendukung pelaksanaan penanganan Covid-19 di tingkat Desa dan Kelurahan.
Dalam melaksanakan hal tersebut, Posko tingkat Desa atau Kelurahan berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), dan disampaikan kepada Satgas Covid-19 Nasional, Provinsi Banten, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri.
Dalam Ingub tersebut juga disebutkan, kebutuhan pembiayaan dalam pelaksanaan Posko tingkat Desa dan Kelurahan dibebankan pada anggaran masing-masing unsur Pemerintah sesuai dengan pokok kebutuhan.
Kebutuhan di tingkat Desa dibebankan pada Dana Desa dan dapat didukung dari sumber pendapatan desa lainnya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), kebutuhan di tingkat Kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota.
Baca Juga:Dear ASN: Nekat Mudik Gubernur Banten WH Ancam Turunkan Pangkat
Sementara kebutuhan terkait Babinsa/Bhabinkamtibmas dibebankan kepada Anggaran TNI/POLRI, kebutuhan terkait penguatan testing, tracing dan treatment dibebankan kepada Anggaran Kementerian Kesehatan atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana, APBD Provinsi/Kabupaten/Kota.
Untuk kebutuhan terkait dengan bantuan kebutuhan hidup dasar dibebankan kepada Anggaran Badan Urusan Logistik (BULOG)/Kementerian BUMN, Kementerian Sosial, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan serta APBD Provinsi/Kabupaten/Kota.
Dalam instruksinya, WH juga memerintahkan bahwa, posko tingkat Desa diketuai oleh Kepala Desa yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Aparat Desa dan Mitra Desa Iainnya dan Posko tingkat Kelurahan diketuai oleh Lurah yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Aparat Kelurahan, dan kepada masing-masing Posko baik Posko tingkat Desa maupun Posko tingkat Kelurahan juga dibantu oleh Satlinmas, Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan Tokoh Masyarakat.
PPKM Mikro tersebut, dilakukan bersamaan dengan PPKM Kabupaten/Kota, yaitu membatasi tempat kerja/perkantoran dengan menerapkan Work From Home (WFH) sebesar 50 persen dan Work from Office (WFO) sebesar 50 persen dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat, melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring (dalam jaringan).
Untuk sektor esensial seperti, kesehatan, bahan pangan, makanan, minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, perbankan, sistem pembayaran, pasar modal, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, kebutuhan sehari-hari yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat beroperasi 100 persen dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
Selain itu, melakukan pengaturan pemberlakuan pembatasan kegiatan restoran makan/minum di tempat sebesar 50 persen dan untuk layanan makanan melalui pesan-antar/dibawa pulang tetap diizinkan sesuai dengan jam operasional restoran dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat; dan pembatasan jam operasional untuk pusat perbelanjaan/mall sampai dengan Pukul 21.00 dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.