SuaraBanten.id - Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) melakukan survei yang hasilnya mencengangkan warga Banten. Bagaimana tidak, hasil surveinya menyatakan banyak warga Banten menolak divaksin.
Hasil nsurvei yang mencakup seluruh provinsi di Indonesia dengan melibatkan 1220 responden itu menghasilkan Provinsi Banten menduduki peringkat ke-3 jumlah warga yang menolak vaksinasi Covid-19.
Survei dilakukan dengan metode sampling acak dengan margin of error 3,07 persen. Survei tersebut dilakukan 28 Februari 2021 hingga 8 Maret 2021 dengan metode wawancara tatap muka.
Berdasarkan data SMRC menunjukkan bahwa persentase tertinggi warga yang menolak untuk divaksin Covid-19 ditemukan di DKI Jakarta sebanyak 33 persen, Jawa Timur 32 persen, dan Banten 31 persen.
Baca Juga:Survei FSGI: 8,27 Persen Guru di Indonesia Menolak Divaksin Covid-19
Sementara persentase terendah penolakan untuk divaksin ditemukan di Jawa Tengah 20 persen. Direktur Riset SMRC, Deni Irvani mengatakan, hasil riset yang dilakukan pihaknya menunjukkan temuan yang cukup mengkhawatirkan.
“Ini temuan yang mengkhawatirkan, mengingat DKI adalah daerah yang yang memiliki tingkat penyebaran Covid-19 tertinggi di Indonesia,” kata Deni pada acara rilis survei nasional SMRC bertajuk 'Satu Tahun COVID-19: Sikap dan Perilaku Warga terhadap Vaksin,' Selasa (23/3/2021).
Deni mengungkapkan, tingginya tingkat penolakan terhadap vaksin di DKI Jakarta tampaknya sejalan dengan persepsi tentang keamanan vaksin.
“Di DKI Jakarta, sebagaimana juga di Sumatera, persentase warga yang tidak percaya bahwa vaksin dari pemerintah aman mencapai 31 persen. Di sisi lain, hanya 19 persen warga Jawa Tengah yang tidak percaya vaksin dari pemerintah aman,” jelasnya.
Survei nasional SMRC, lanjut Deni, juga mengungkapkan sejumlah temuan terkait aspek demografi warga.
Baca Juga:Menolak Divaksin, Warga Malioboro Bakal Dapat Sanksi
Dimana secara nasional, persentase warga warga laki-laki yang menyatakan tidak bersedia divaksin 33 persen, lebih tinggi dari perempuan 26 persen.
“Persentase warga berusia di bawah 25 tahun yang menyatakan tidak bersedia divaksin 37 persen, lebih tinggi dari kelompok usia 26-40 tahun 28 persen, 41-55 tahun 23 persen, dan lebih dari 55 tahun 33 persen,” ujarnya.
“Persentase warga yang berpendidikan maksimal SD yang menyatakan tidak bersedia divaksin 34 persen lebih tinggi dibandingkan kelompok berpendidikan tertinggi SMP 26 persen, SMA 29 persen, dan lebih dari SMA 26 persen,” sambungnya.
Deni mengungkapkan, dilihat dari sisi etnisitas atau kesukuan, persentase terbesar etnik warga yang tidak mau divaksin adalah Madura 58 persen dan Minang 43 persen.
Sedangkan yang paling tinggi persentase bersedia divaksin adalah Batak 57 persen dan Jawa 56 persen.
“Bila dilihat dari sisi agama, persentase warga muslim yang tidak bersedia divaksin 31 persen, lebih tinggi dari non-muslim 19 persen,” ungkapnya.