SuaraBanten.id - Kariri (56) satu dari ratusan kepala keluarga korban Tsunami Banten masih menunggu kepastian pemerintah mengenai hunian tetap (huntap) yang dijanjikan beberapa waktu silam.
Kini, Kariri menempati salah satu huntara di Kampung Citanggok, Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Pandeglang Banten. Setahun sudah bencana tsunami meluluhlantahkan rumahnya. Ia terpaksa tinggal di huntara dengan kondisi memprihatikan.
Kariri harus tinggal di bangunan berukuran 3x6 meter bersama istri, tujuh anaknya dan tiga menantu. Kondisi tersebut tentunya membuat huntara yang ditempatinya tidak nyaman. Lantaran mereka harus tidur menumpuk setiap malamnya.
"Saya tinggal di huntara itu 11 jiwa. Anak, mantu dan istri. Ya gimana mas tinggal di huntara dengan 11 jiwa dengan ukuran 3×6 (meter), suka dan duka sangat kami rasakan, khususnya di sini. Mau enggak mau dimuatin saja mas," katanya saat ditemui di huntara pada Minggu (22/12/2019).
Baca Juga:Setahun Tinggal di Huntara, Bupati Pandeglang Minta Korban Tsunami Bersabar
Untuk menyambung hidup di huntara, Kariri bersama istrinya membuka warung. Untuk mencari tambahan, ia ikut temannya menjadi anak buah kapal (ABK) di kapal nelayan.
"Yang pasti kami berharap kepada pemerintah itu segera dibereskan," katanya.
Kejadian pada 22 Desember setahun silam, masih membekas. Saat itu, ia mengingat ombak datang menerjang, seperti suara kapal dengan ketinggian gelombang mencapai satu meter.
"Dari tengah air itu putih setelah ke pinggir item campur lumpur. Air yang kedua (tingginya) sekitar tiga meter, ketiga itu hampir 10 meter. Saya mengatakan seperti itu, karena ada di situ," katanya.
Saat itu, dalam kondisi tak menentu, ia dan keluarga terus berdoa berusaha untuk menyelamatkan diri. Setelah seminggu kejadian tersebut, Kariri mengaku trauma dan tak berani menceritakannya hingga seminggu usai kejadian.
Baca Juga:Korban Tsunami Banten Tagih Janji Hunian Tetap ke Pemerintah
"Ini sekarang saya bisa bicara seperti ini, dulu sehari sampai seminggu enggak bisa ngomong, baru mengucap saja udah nangis, sampai pejabat yang mau ngobrol enggak bisa semua nangis," katanya.
- 1
- 2