Muhammad Yunus
Kamis, 02 Oktober 2025 | 16:42 WIB
Ilustrasi rongsokan besi tua. [Freepik]
Baca 10 detik
  • Banyak orang menganggap besi bekas hanya barang rongsokan biasa yang bisa didaur ulang jadi produk baru
  • Scrap besi sendiri adalah sisa logam bekas, mulai dari kendaraan rusak, mesin tua, hingga limbah konstruksi
  • Masalah muncul ketika besi bekas itu ternyata berasal dari alat industri atau medis yang memakai sumber radiasi

SuaraBanten.id - Banyak orang menganggap besi bekas atau scrap hanya barang rongsokan biasa yang bisa didaur ulang jadi produk baru.

Tapi, tahukah kamu kalau scrap besi ternyata bisa saja mengandung zat radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan?

Scrap besi sendiri adalah sisa logam bekas, mulai dari kendaraan rusak, mesin tua, hingga limbah konstruksi.

Biasanya, scrap ini dikumpulkan lalu dilebur kembali untuk jadi baja atau barang logam lainnya.

Nah, masalah muncul ketika besi bekas itu ternyata berasal dari alat industri atau medis yang memakai sumber radiasi, seperti tabung radioterapi di rumah sakit atau perangkat di pabrik.

Kalau ikut tercampur dalam tumpukan scrap, zat radioaktif bisa terbawa sampai ke pabrik peleburan.

Lebih berbahaya lagi, kalau logam itu kemudian diolah jadi bahan bangunan, peralatan rumah tangga, bahkan produk sehari-hari.

Dampaknya tidak main-main. Radiasi bisa merusak sel tubuh, memicu kanker, gangguan organ, bahkan kematian jika paparannya tinggi.

Yang bikin ngeri, radiasi tidak terlihat, tidak berbau, dan tidak terasa. Artinya, orang bisa saja terpapar tanpa sadar.

Baca Juga: Apa Itu Cesium-137 ? Unsur Radioaktif yang Mengintai Kesehatan Manusia

Itu sebabnya, setiap pabrik baja atau tempat pengolahan logam seharusnya punya alat pendeteksi radiasi.

Tujuannya untuk memastikan scrap yang masuk benar-benar aman didaur ulang.

Kesadaran ini penting bukan cuma bagi industri, tapi juga masyarakat.

Karena keselamatan kita bisa terancam kalau bahan berbahaya ikut beredar di sekitar tanpa pengawasan.

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq (kanan) didampingi Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH/BPLH Rasio Ridho Sani (kedua kiri) meninjau salah satu pabrik besi saat inspeksi mendadak di Cikande, Kabupaten Serang, Banten, Selasa (10/6/2025). [ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/nym]

Pemerintah Kaji Impor Scrap Besi

Pemerintah masih mengkaji kebijakan terkait impor scrap besi dan potensi memasukkan komoditas tersebut ke dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), kata Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq.

"Kemarin mengemuka dari para anggota Satgas untuk merumuskan lagi kebijakan tentang importasi scrap. Tapi itu tidak gegabah kita harus diskusi dengan para pihak untuk merumuskan ini," jelas Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif menjawab pertanyaan wartawan usai Forum Kolaborasi Pemulihan Ekosistem Gambut di Jakarta, Kamis 2 Oktober 2025.

Menteri Hanif merujuk kepada Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Cs-137 yang dibentuk setelah ekspor udang beku asal PT BMS dari Indonesia ke AS ditemukan terpapar cemaran radioaktif Cesium-137.

Paparan radioaktif itu diduga terjadi berasal dari pabrik peleburan logam bekas di PT Peter Metal Technology (PMT) di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten.

Perusahaan tersebut mengolah scrap besi dengan metode induksi sehingga radiasi dari besi menempel pada fasilitasnya dan mencemari produk udang beku.

Kawasan Industri Modern Cikande sendiri kini berstatus kejadian khusus radiasi radionuklida Cesium-137.

Tidak hanya itu, paparan Cesium-137 juga ditemukan di sembilan kontainer berisi scrap besi di Pelabuhan Tanjung Priok pada September lalu.

Menurut Kementerian Perindustrian, perusahaan pengimpor scrap besi tersebut tidak memiliki izin resmi, meski belum dirinci apakah ketiadaan izin terkait legalitas perusahaan atau izin impor.

Berkaca dari dua kasus itu, Hanif mengatakan para menteri yang tergabung dalam Satgas kemudian mulai membahas regulasi terkait scrap besi tersebut.

"Kalau dari sisi kami itu kan tidak masuk di dalam limbah B3 karena masih bentuk barang yang bisa diolah scrap. Tapi kemarin mengemuka seperti itu, pendapat dari para menteri yang ada di dalam rakortas itu menyampaikan bahwa itu harus dilakukan pembatasan atau seperti apa, kita sedang desainkan, sedang dirumuskan regulasi," kata Hanif Faisol Nurofiq.

Load More