Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Selasa, 01 Juli 2025 | 12:01 WIB
Tiga warga kampung Cibetus, Desa Curug Goong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, saat mengikuti sidang putusan di PN Serang, Banten, Senin 30 Juni 2025. [ANTARA/Desi Purnama Sari]

SuaraBanten.id - Tiga terdakwa demo berujung pembakaran kandang ayam milik PT Sinar Ternak Sejahtera di Kampung Cibetus, Desa Curug Goong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten divonis 1 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri atau PN Serang.

Diketahui, aksi protes warga di sekitar PT STS pada tahun 2024 lalu berujung pembakaran kandang ayam. Terbaru, tiga orang terdakwa telah menerima putusan yang dibacakan Ketua Hakim Diah Astuti Miftafiatun di PN Serang.

Ketiganya dinilai terbukti melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan tunggal Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ketiga terdakwa sebelumnya, dituntut 1 tahun dan 3 bulan penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Satu Didi, terdakwa dua Nasir, terdakwa tiga Usup dengan pidana penjara masing-masing 1 tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan," kata Diah kepada ketiga terdakwa disaksikan JPU Kejati Banten Raden Isjuniyanto dan kuasa hukum terdakwa dilansir dari ANTARA.

Baca Juga: Ratusan Warga Desak Pelaku Mutilasi di Serang Banten Dihukum Mati

Dalam pertimbangannya, Hakim Anggota, Bony Daniel, mengungkapkan keadaan yang memberatkan vonis para terdakwa melakukan penolakan terhadap proses hukum.

Untuk keadaan yang paling memberatkan ketiga terdakwa adalah perbuatan mereka dengan kelompoknya yang merupakan tindakan main hakim sendiri.

Suasana sidang perdana kasus demo berujung pembakaran kandang ayam di Padarincang, Serang, Banten. [Audindra l/bantennews]

“Fakta hukum menunjukkan bahwa upaya mediasi antara warga dan PT STS pernah diinisiasi tapi ditolak oleh kelompok yang kontra yang menunjukkan adanya keengganan menempuh jalur dialog,” ujarnya.

Bony menuturkan para terdakwa mengangkat diri mereka menjadi penuntut, hakim, dan eksekutor terhadap PT STS. Tindakan terdakwa katanya secara filosofi merupakan regresi keadaan alamiah di mana kekuatan fisik menentukan kebenaran.

“Sebuah kondisi yang justru ingin dihindari dengan pembentukan negara dan hukum,” tuturnya.

Baca Juga: Resmi Diperpanjang! Pemutihan Pajak Kendaraan di Banten Berlaku hingga 31 Oktober 2025

Bony menegaskan, majelis tidak sepakat dengan argumen bahwa para terdakwa merupakan pejuang lingkungan yang berusaha mempertahankan ruang hidupnya. Alasannya, upaya protes tidak dilakukan dengan mediasi atau dialog melainkan dengan kekerasan.

Dikatakan Bony, sedangkan mengenai keadaan yang meringankan, yakni sikap para terdakwa terus terang selama persidangan. Kemudian perbuatan para terdakwa juga hanya merusak barang dan tidak terjadi kekerasan fisik terhadap orang.

“Fakta bahwa energi kemarahan kolektif yang begitu besar kepada benda benda mati dan tidak menyasar keselamatan jiwa menunjukkan bahwa meskipun dalam kondisi chaos, masih terdapat batas batas yang tidak dilampaui oleh para terdakwa,” tuturnya.

Hakim memberi waktu selama tujuh hari kepada JPU dan kuasa hukum terdakwa untuk menyatakan apakah akan banding atau menerima putusan.

Sementara itu, Rizal Hakiki, Penasihat Hukum dari para terdakwa menyampaikan kekecewaannya terhadap putusan majelis hakim. Terlebih, pada pertimbangan Pasal 66 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dalam pledoi tidak menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutus ketiga terdakwa.

"Hakim salah menangkap kausalitas atas sebab-akibat dari perbuatan yang sudah dilakukan masyarakat. Tentu yang dilakukan warga Kampung Cibetus berupa pengrusakan merupakan kebuntuan mekanisme yang ditempuh," katanya.

Load More