Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Rabu, 26 Juni 2024 | 07:00 WIB
Kades Pagelaran, Kecamatan Malimping, Kabupaten Lebak Banten divonis 4,6 tahun, Selasa (25/6/2024). [Bantennews/Audindra]

SuaraBanten.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lebak menuntut mantan Kepala Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak bernama Herliawati dan suaminya Yadi Haryadi 4,6 tahun penjara. Keduanya dinilai terbukti korupsi dengan cara memeras pengusaha tambak udang senilai Rp310 juta.

“(Menuntut) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dikurangi masa penahanan yang pernah dijalani,” kata JPU Kejari Lebak, Andrie di Pengadilan Tipikor Serang pada Selasa (25/6/2024).

Selain pidana penjara, keduanya juga dituntut membayar pidana denda sebesar Rp200 juta subsidair 3 bulan penjara. Keduanya dinilai terbukti melanggar Pasal 12 Huruf E Undang-Undang Tipikor sebagaimana dakwaan pertama karena memeras perusahaan.

Dalam pertimbangan yang memberatkan, JPU mengatakan perbuatan keduanya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan untuk hal meringankan yaitu keduanya mengaku menyesali perbuatannya dan telah mengembalikan sebagian uang hasil pemerasan.

Baca Juga: Generasi Muda Terancam! 80.000 Anak di Bawah 10 Tahun Terjerat Judi Online, MUI Desak Solusi Cepat dan Tepat

“Sebagian uang hasil pemerasan yakni senilai Rp110 juta telah dititipkan kepada penuntut umum untuk dikembalikan,” imbuhnya.

Dalam dakwaan JPU sebelumnya, dijelaskan bahwa pasangan suami istri tersebut melakukan pemerasan terkait lahan untuk tambak udang kepada PT Royal Gihon Samudra. Kedua meminta jatah duit Rp345 juta terkait lahan untuk tambak.

PT Royal Gihon kemudian mendapatkan 37 bidang tanah warga seluas 23 hektar yang akan dibeli di desa tersebut tapi belum bersertifikat. Untuk mengurus sertifikat itu kemudian diutus saksi Farid dan Ridwan agar mengurusnya kepada terdakwa Herliawati selaku Kepala Desa. Tapi, ia menolak mengurusnya karena meminta uang sebesar Rp345 juta.

“Menurut perhitungan terdakwa total uang yang harus dibayarkan oleh saksi Farid kepada terdakwa adalah sebesar Rp345 juta yang diperoleh berdasarkan perhitungan luas lahan yang belum bersertifikat 23 hektar dikali seribu lima ratus rupiah,” kata JPU Kejari Lebak Seliya Yustika Sari saat membacakan surat dakwaan pada Selasa (19/3/2024) lalu.

Terdakwa Herliawati kemudian mendesak meminta sebagian uang terlebih dahulu sebesar Rp200 juta pada bulan Oktober 2021 ketika saat pilkades di Desa Pagelaran. Dengan terpaksa Farid dan Ridwan kemudian memberikan Rp100 juta secara tunai di rumah kedua terdakwa.

Baca Juga: Trend Nikah Muda di Lebak Meningkat, Mayoritas Beralasan 'Hindari Zina'

Setelah itu karena masih banyaknya sertifikat yang belum ditandatangani, Farid selaku perwakilan PT Royal memberikan uang kepada kedua terdakwa melalui Ridwan secara berkala sejak awal 2022 sampai bulan September 2022 dengan total Rp200 juta.

Masih merasa belum cukup, kedua terdakwa mendatangi Farid di rumahnya dan meminta menandatangani surat pernyataan kesanggupan Farid untuk membayar Rp230 juta kepada keduanya. Tak diberi, Herliawati datang sendirian ke rumah Farid sambil membentak agar segera memberikan uang tersebut.

“Terdakwa datang sendiri ke rumah saksi Farid Maulana dan meminta sisa uang yang dimaksud dengan nada tinggi dan kata-kata kasar,” imbuhnya.

Masih belum mendapatkan sisanya, kedua terdakwa kemudian mengorganisir masyarakat untuk mendemo PT Royal di lokasi Tambak dengan permintaan agar warga sekitar diberikan pekerjaan di Tambak.

“Pada saat demonstrasi atau unjuk rasa tersebut berlangsung, terdakwa bertemu dengan saksi Farid Maulana yang juga berada di lokasi dan meminta agar sisa uang tersebut segera dibayar,” tutur Seliya.

Setelah demo itu, saksi Farid kemudian memberikan uang sebesar Rp110 juta kepada kedua terdakwa secara bertahap yaitu Rp70 juta secara transfer agar demo bubar dan sisanya secara tunai Rp40 juta. Total keduanya menerima uang dari saksi Farid sebesar Rp310 juta

Load More