Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Minggu, 27 Februari 2022 | 16:20 WIB
Menteri Agama soal Penggunaan Toa Masjid. [Shutterstock & ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja]

SuaraBanten.id - Polemik aturan baru Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait suara toa masjid dan mushala menuai pro kontra di kalangan masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten, Kyai Imaduddin Utsman mengatakan, bahwa aturan itu sudah sesuai dengan hadis nabi.

“Yang paham cuma ulama fikih. Contoh ketika Nabi sedang itikaf di masjid, lalu ada yang membaca al-Quran keras lalu Nabi memerintahkan untuk merendahkan suara seraya mengatakan, hendaklah kalian jangan mengganggu orang lain dengan bacaan Qur’an yang keras itu,” terang Kyai Imad, mengutip dari bantennews -jaringan Suara.com, Minggu (27/2/2022).

Kiai Imad melanjutkan, yang ada dalam aturan Kemenag itu bukan melarang adzan pakai toa, tapi mengatur kapan toa itu boleh dipakai sehingga tidak mengganggu tetangga.

Baca Juga: Sempat Dilarang Berenang, Enam Pelajar Terseret Ombak Pantai Ciantir hingga Seorang Belum Ditemukan

“Disitu gak ada point melarang adzan pakai toa, yang ada melarang mengganggu tetangga pakai toa, misalnya dalam aturan itu diatur gak boleh baca Qur’an tengah malam dengan toa sehingga membuat orang sakit tambah sakit, orang jadi gak bisa tidur dan sebagainya. Bahkan di beberapa tempat ada yang ngaji di kuburan pakai toa sepanjang malam, sampai menganggu orang yang rumahnya pinggir makam, mau ngobrol aja dengan isterinya gak bisa karena suara toa itu kencang," tambahnya.

“Contoh lagi, di kampung saya ada satu masjid jami dan lima mushala, jaraknya dari pesantren saya itu hanya 100 meter, kalau lagi ngaji sama santri saya harus berhenti lama karena kadang adzannya tidak bareng, yang satu adzan yang satu belum, yang satu berhenti yang satu baru mulai, semuanya terdengar nyaring. Itu masih mending cuma adzan, bagaimana kalau pengajian yang sampai dua jam, kanan kiri rumah padat, toanya kencang arahnya ke bawah, pas menghadap rumah orang tentu yang semacam ini perlu diatur,” imbuhnya.

Kyai Imad mengharapkan semua mengedepankan kemaslahatan dan jujur dalam berpendapat bukan karena suka atau tidak suka tapi murni untuk kepentingan bersama.

“Aturan ini sudah bagus. sesuai fiqih dan hadits Nabi, tapi kalau sekira masyarakat belum faham, ya daripada mudarat saling menuduh dan bikin gaduh, menag gak apa apa mengalah, nanti kalau mereka sudah faham akan pentingnya pengaturan ini baru diberlakukan. saya harapkan kepada masyarakat juga jujur dalam berpendapat jangan karena suka tidak suka tapi betul betul karena kemaslahatan bersama,” ungkapnya.

Dilanjutkan Kyai Imad, yang seharusnya memberikan pendapat tentang pengaturan tersebut adalah ulama fikih, bukan aktifis gerakan, karena menurutnya pengaturan toa masjid itu berkaitan dengan permasalahan fikih yang sudah ada didalam khazanah kitab-kitab ulama baik ulama salaf maupun ulama khalaf.

Baca Juga: Polemik Aturan Toa Masjid, Alissa Wahid Bela Menag Yaqut, Sebut Indonesia Darurat Logika

Menurut Kyai yang juga) etua RMI Banten ini, seharusnya masalah pengaturan itu dibahas di meja mudzakarah ilmiah, bukan di ruang medsos, oleh para pakar fiqih, bukan sekedar penceramah atau aktifis yang kurang faham ilmu fiqih.

“Aturan pengeras suara itu ranahnya ilmu fiqih, yang harus bicara adalah ahli fiqih, bukan sekadar penceramah atau aktifis islam. Nanti yang dikedepankan rasa keagamaan bukan hakikat hukum itu sendiri. Kalau sekarang yang rame debat para aktifis ormas, bahkan orang awam ikut komentar, jadinya rame dan tidak substantif,” pungkasnya.

Load More