-
Teguran untuk SPPG Banyumas Wakil Kepala BGN menegur keras SPPG Banyumas yang lambat mengurus Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dan memberikan tenggat waktu satu bulan sebelum menjatuhkan sanksi skorsing bagi yang melanggar.
-
Apresiasi Capaian Wilayah Lain Nanik memberikan apresiasi kepada pengelola SPPG di Banjarnegara dan Purbalingga yang telah berhasil memperoleh sertifikat kesehatan dapur, berbeda dengan Banyumas yang capaian pendaftaran administrasinya masih sangat rendah.
-
Komitmen Pelayanan dan Keselamatan Selain menekankan pentingnya sertifikasi standar gizi gratis, BGN juga menyoroti dedikasi petugas SPPG di daerah bencana yang tetap melayani masyarakat meskipun menghadapi risiko keselamatan nyawa yang besar.
SuaraBanten.id - Kabar kurang sedap datang bagi para pengelola dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah Kabupaten Banyumas. Badan Gizi Nasional (BGN) mengeluarkan "kartu kuning" alias peringatan keras terkait lambatnya pengurusan administrasi kesehatan.
Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, secara tegas memerintahkan Mitra, Yayasan, dan Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Banyumas untuk segera berbenah.
Dalam evaluasi yang dilakukan di Hotel Aston Purwokerto, BGN menyoroti ketertinggalan Banyumas dibandingkan kabupaten tetangga di wilayah eks Karesidenan Banyumas dalam hal kepemilikan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Padahal, sertifikat ini adalah harga mati untuk menjamin keamanan pangan siswa.
Baca Juga:Ingat! Insentif Rp6 Juta Per Hari Bisa Dipangkas Jika Dapur MBG Tak Sesuai Standar
Nanik tidak main-main dengan instruksinya. Ia memberikan batas waktu yang sangat ketat bagi dapur-dapur yang belum patuh aturan.
“Saya beri waktu sebulan untuk mendaftarkan ke Dinas Kesehatan. Kalau dalam sebulan belum juga mendaftar, nanti akan saya suspend,” tegas Nanik di hadapan Forkompimda dan mitra SPPG, Kamis (4/12/2025).
Ancaman suspend ini berarti operasional dapur bisa dihentikan sementara, yang tentunya berdampak pada distribusi makanan dan insentif mitra.
Data yang dibuka oleh BGN cukup menohok bagi Kabupaten Banyumas. Berdasarkan catatan Kedeputian Pemantauan dan Pengawasan (Tauwas), perbandingan kepatuhan SLHS di eks Karesidenan Banyumas sangat kontras:
- Kabupaten Banjarnegara: Dari 46 SPPG yang beroperasi, 100% sudah memiliki SLHS.
- Kabupaten Purbalingga: Dari 54 SPPG yang beroperasi, 100% sudah memiliki SLHS.
- Kabupaten Cilacap: Dari 95 SPPG, 44 sudah memiliki SLHS.
Kabupaten Banyumas: Memiliki kuota terbesar (227 SPPG) dan yang beroperasi 116 SPPG. Namun, baru 15 SPPG yang lolos SLHS, dan parahnya, 48 lainnya belum mendaftar sama sekali.
Baca Juga:Lumpuh Diterjang Banjir, SPPG Aceh Sulap Sekolah Jadi Dapur Umum demi Ratusan Ribu Warga
“Ini gimana? Dari 98 yang mendaftar, yang lolos kok malah baru 15 SPPG, sementara 48 lainnya malah belum mendaftarkan diri,” tegur Nanik kepada para pengelola di Banyumas.
Salah satu alasan yang sering muncul adalah biaya. Namun, BGN menepis hal tersebut. Kementerian Kesehatan telah menegaskan bahwa proses pengurusan SLHS di Dinas Kesehatan tidak dipungut biaya administrasi. Biaya hanya timbul untuk uji laboratorium sampel air dan makanan.
“Yang ada biayanya hanya untuk pengambilan dan pengujian sample. Harganya 1 sampai 2 juta. Kalau ada pungutan macem-macem, nanti laporkan ke saya,” kata Nanik memastikan tidak ada pungli yang memberatkan mitra.
Sebagai bentuk apresiasi, Nanik bahkan berjanji akan mentraktir para pengelola SPPG di Banjarnegara dan Purbalingga yang telah bekerja *gercep* (gerak cepat) mengurus sertifikasi.
“Nanti saya traktir untuk beli sroto, ya…,” ujarnya yang disambut riuh tepuk tangan.
Di sela-sela evaluasi teknis, suasana haru sempat menyelimuti ruangan. Nanik mengajak seluruh hadirin mendoakan para petugas SPPG yang sedang bertaruh nyawa di wilayah bencana banjir Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Mereka tetap bekerja mengalihfungsikan dapur MBG menjadi dapur umum bagi warga terdampak.