SuaraBanten.id - Pembelaan tiga terdakwa kasus pembakaran kandang ayam di Cibetus, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten ditolak majelis hakim Pengadilan Negeri atau PN Serang.
Hakim menilai aksi pembakaran kandang ayam di Padarincang itu bukan merupakan perjuangan lingkungan hidup.
"Perbuatan para terdakwa pada hakikatnya adalah perbuatan tercela dan melawan hukum," kata Hakim Anggota, Bony Daniel saat sidang pembacaan vonis di PN Serang dikutip dari Bantennews (jaringan SuaraBanten.id), 1 Juli 2025.
Ketiga terdakwa Didi, Nasir, dan Usup diwakili kuasa hukum mengungkapkan pembelaannya, perbuatan mereka merupakan upaya perjuangan melindungi lingkungan hidup karena kandang ayam PT Sinar Ternak Sejahtera (STS) diduga mencemari kampung mereka.
Baca Juga:Tiga Terdakwa Pembakaran Kandang Ayam di Padarincang Divonis 1 Tahun Penjara
Menurut pembelaan mereka, perjuangan itu semestinya tidak bisa dipidanakan sebagaimana termuat dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan setiap orang yang berjuang atas lingkungan yang baik dan sehat tidak bisa dituntut secara pidana.
Mengenai pledoi tersebut, saat membacakan pertimbangan vonis, Bony mengatakan, perbuatan merusak barang hingga pembakaran PT STS bukanlah bagian dari perjuangan lingkungan hidup. Alasannya karena upaya-upaya dialog tidak dilakukan terlebih dahulu.
Mestinya menurut Bony, upaya seperti melanjutkan aksi damai, mengajukan pengaduan resmi dengan bukti bukti dampak lingkungan, hingga menggugat secara perdata atau ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) harusnya ditempuh.
Dia juga mengatakan, berdasarkan fakta persidangan, upaya mediasi yang difasilitasi oleh aparat juga tidak disambut baik oleh para terdakwa.
“Dengan demikian pilihan untuk melakukan kekerasan bukanlah suatu keterpaksaan atau disebut dengan force majeur melainkan sebuah pilihan sadar untuk meninggalkan jauh jalur yang beradab,” ujarnya.
Baca Juga:Ratusan Warga Desak Pelaku Mutilasi di Serang Banten Dihukum Mati
Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) sekaligus kuasa hukum para terdakwa, Rizal Hakiki mengatakan, sangat keberatan dengan vonis satu tahun dan pertimbangan hakim.
Menurut Rizal, apa yang dilakukan warga pada peristiwa November 2024 lalu itu, gagal dipahami secara menyuluruh oleh hakim.
Protes berujung pembakaran itu merupakan puncak amarah karena mekanisme lain yang sudah ditempuh warga sebelumnya, selalu berakhir buntu.
Ia membantah jika warga tidak pernah mengupayakan jalur damai. Pengaduan ke instansi berwenang, istigosah bersama, dan unjuk rasa damai sudah dilalui oleh warga.
Perusakan kandang ayam akhirnya tidak bisa dilepaskan dari rangkaian upaya sebelumnya.
“Pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa ketiga orang warga Cibetus tidak masuk kualifikasi pejuang lingkungan hidup, menurut kami sangat tidak beralasan,” ujar Rizal usai persidangan.
Rizal juga menjawab alasan warga tidak hadir dalam beberapa upaya mediasi karena warga menginginkan proses tersebut dilakukan secara terbuka dan dihadiri oleh seluruh warga, bukan hanya diwakilkan oleh beberapa tokoh saja.
“Khawatirnya adalah kalau mediasi digelar di ruang tertutup tentu warga merasa tidak transparan dan tidak secara partisipasi aktif terlibat dalam mediasinya, nah itu fakta yang tidak ditangkap oleh hakim dalam proses persidangan
Putusan tersebut juga dinilai akan menjadi preseden atau contoh yang buruk bagi pejuang lingkungan hidup lainnya di masa depan, khususnya di Padarincang.
Karena warga memperjuangkan hak atas lingkungan hidupnya, kata Rizal, tidak bisa dibatasi dengan sekat mekanisme hukum yang formal dan tidak menjawab rasa keadilan.
“Kami akan bermusyawarah dengan teman-teman tim hukum yang lain, juga jaringan solidaritas untuk menentukan apakah kami akan mengupayakan banding atau tidak,” imbuhnya.
Rizal juga menegaskan, vonis terhadap warga, tidak akan menjadi akhir perjuangan mereka dalam mempertahankan lingkungan hidup yang sehat dan nyaman.
Diketahui, dalam sidang vonis tersebut, Hakim memukul rata vonis ketiga terdakwa, Didi, Nasir, dan Usup dengan vonis penjara selama satu tahun karena dinilai terbukti melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan tunggal JPU. Mereka sebelumnya, dituntut 1 tahun dan 3 bulan penjara.