Saat itu Indonesia yang tengah gencar membangun dipandang perlu memiliki industri pengolahan bijih besi. Rencana itu makin serius setelah Biro Perancang Negara mulai menggandeng beberapa konsultan asing untuk menggarap pabrik baja.
Alasan dipilihnya Cilegon untuk mendirikan pabrik baja internasional itu, lantaran Cilegon memiliki sejumlah keuntungan, mulai tersedia tanah yang cukup luas tanpa mengganggu lahan sawah, ada sumber air, mudah dijangkau dari berbagai pulau untuk mendatangkan besi tua serta didukung oleh pelabuhan Merak. Padahal selain Cilegon tim dari Rusia juga melakukan survei di Probolinggo, Jawa Timur.
Rencana memiliki pabrik baja nasional harus tertunda akibat gonjang-ganjing politik pada peristiwa G30S PKI, proyek ini berhenti di tengah jalan.
Lima tahun usai krisis politik 1965, proyek Besi Baja Trikora dilanjutkan setelah berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35, 31 Agustus 1970 melalui pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) PT Krakatau Steel.
Baca Juga:Korupsi Pengangkutan dan Pengelolaan Sampah, Kadis dan Kabid DLH Tangsel Jadi Tersangka
Pendirian Krakatau Steel disahkan dengan Akte Notaris Tan Thong Kie Nomor 34, 23 Oktober 1971 di Jakarta. Dengan demikian, 31 Agustus 1970 merupakan hari lahirnya PT Krakatau Steel.
Perusahaan itu diresmikan perdana oleh Presiden Soeharto dengan sejumlah pabrik lainnya, diantaranya besi beton, pabrik besi profil dan pelabuhan Cigading.
Pada 1979 diresmikan pabrik besi spons, pabrik billet baja, pabrik batang kawat, pembangkit Listrik Tenaga Uap 400 MW, pusat pengolahan air dan PT KHI Pipe.
Namun jauh sebelum berdirinya Krakatau Steel, cikal bakal pengolahan bijih besi telah lahir semenjak 1861. Kala itu, pemerintah kolonial membangun tanur di kawasan Lampung. Tanur ini untuk mengolah bijih besi yang ditemukan di Lampung, dengan bahan bakar arang.
Meski skala kecil, industri ini mampu menghasilkan baja kasar yang berfaedah untuk membuat suku cadang pabrik gula, pabrik karet dan pertanian. Lantaran sokongan pemerintah kolonial setengah hati dan pengelolaannya yang tidak baik, industri besi akhirnya gulung tikar.
Baca Juga:Enam Warga Padarincang yang Demo Berujung Pembakaran Kandang Ayam Didakwa Pasal Berlapis
Saat zaman pendudukan Jepang sebuah tanur pernah dibangun di Kalimantan Selatan, berbahan bakar batu bara. Untuk sementara waktu, pergolakan revolusi fisik menenggelamkan rintisan industri baja itu.