SuaraBanten.id - Camat Pandeglang, Bambang membantah biaya pembuatan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sebesar Rp800 ribu di empat kelurahan bukanlah ungutan liar. Sebelumnya, Camat Pandeglang dituduh melakukan pungli PTSL oleh sejumlah pengujuk rasa.
Camat Pandeglang menyebut, nominal itu merupakan kesepakatan pemohon dengan panitia PTSL saat melakukan musyawarah beberapa waktu lalu.
Dirinya membantah memberikan arahan agar warga dipungut biaya lebih besar dari aturan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri yang hanya Rp150 ribu.
Menurutnya, penolakan dari masyarakat terkait besaran biaya tersebut hanya dari segelintir warga yang tidak ikut musyawarah dan tidak mengetahui permasalahan awalnya.
Baca Juga:Kesal Tak Dibelikan Rokok, Pria di Pandeglang Hantam Ayah Kandung dengan Batu Hingga Tewas
“Itu kesepakatan masyarakat, kami itu tidak mengarahkan, itu kesepakatan masyarakat kami hanya membantu masyarakat, kami juga sudah mengimbau jika ada yang keberatan tinggal menghubungi panitia karena mungkin tidak tahu dan tidak ikut musyawarah,” bantah Bambang, Rabu (29/5/2024).
Ia beralasan jika harga tersebut tidak wajib langsung dibayar Rp800 ribu. Masyarakat yang kurang mampu masih bisa mencicil terlebih dahulu dan jika masih keberatan dengan jumlah tersebut masih bisa dimusyawarahkan kembali.
“Saya rasa kami fleksibel dan di bawah juga kondusif tinggal kalau ada keinginan masyarakat kan ada jalannya lagi, karena di hasilkan musyawarah tinggal musyawarah lagi saja, karena kami dari kecamatan dan kelurahan hanya sifatnya membantu. Sosialisasi SKB 3 menteri sudah kami sampaikan, kalau ada reaksi dari masyarakat mau digimanakan lagi kami tidak bisa karena kami sudah menyampaikan,” terangnya.
Pada saat musyawarah, dirinya mengaku sudah menyampaikan perihal biaya yang dianjurkan oleh pemerintah sebesar Rp150 ribu, namun karena panitia dan pemohon sudah sepakat mengani harga itu maka pihaknya hanya bisa mengikuti saja.
“Saya sudah menekankan dan sudah mengimbau (terkait aturan SKB 3 menteri) tapi karena di lapangan banyak waktu yang digunakan dan membutuhkan saksi segala macam ya saya hanya pendengar,” ujarnya.
Baca Juga:Diduga Akibat Korsleting Listrik, Rumah Warga Cikedal Pandeglang Terbakar
“Kami sudah berkoordinasi dengan lurah kalau ada beberapa masyarakat fasilitas inginnya gimana, kalau tidak punya uang sudah layani saja dulu karena ini masih berproses bukan harga mati sebesar itu, tapi saya sebagai kepala wilayah tidak boleh ada satupun dari masyarakat yang tidak dilayani. Mampunya mereka berapa dulu yang penting mereka merasa terlayani dan diuntungkan juga,” sambungnya.
Masih kata Bambang, sebagai masyarakat yang memiliki adat ketimuran jumlah tersebut merupakan hal yang biasa untuk memperlancar jalannya proses pembuatan sertifikat mulai dari pengukuran di lapangan hingga penginputan data yang membutuhkan tenaga ekstra.
Ditambah lagi kondisi di lapangan yang harus dilakukan pengukuran yang cukup sulit sehingga menganggap jumlah uang Rp800 ribu bukanlah nominal yang besar jika dibandingkan dengan kinerja yang dilakukan oleh panitia PTSL.
“Kita ini adat ketimuran, masuk ke hutan tidak digigit ular saja sudah bagus, lewat jam kerja, input data malam. Saya tidak tahu secara rincinya tapi mungkin buat operasional di lapangan karena di lapangan lumayan banyak rintangan karena saya sendiri belum turun ke lapangan, cek fisik dan segala macam,” tukasnya.
Ia tetap mengaku jika niatan awal kecamatan dan para perangkat di kelurahan hanya ingin membantu masyarakat meskipun biaya yang harus mereka keluarkan sedikit lebih besar dari yang semestinya dan tetap menyalahkan warga yang protes karena tidak tahu kronologis dan tidak ikut musyawarah.
“Wajar kalau ada masyarakat yang tidak setuju karena tidak ikut (musyawarah) dan tidak paham, ga ada niatan apa-apa masih bisa diselesaikan. (Masih bisa dinegosiasikan harganya) Ya bisa karena kita juga belum ada yang sampai bayar Rp800 ribu,” tutupnya.