SuaraBanten.id - Sejumlah warga Kampung Lebak Waringin, Desa Sigedong, Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, Banten menolak wacana pembuatan Tempat Pemrosesan Akhir atau TPA Sampah di wilayah tersebut.
Ketua RT 05, Kismi Suwirto mengatakan, sejak awal muncul wacana pembuatan TPA Sampah tersebut ia telah menolak. Penolakan tersebut karena ia mengkhawatirkan bau dan dampat penyakit yang ditimbulkan TPA.
Warga bahkan membuat petisi untuk menolak pembuatan TPA Sampah itu kepada Kepala Desa Sigedong. Sejauh ini protes belum dilayangkan langsung ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Serang.
"Benar itu protes di mana-mana udah, rencana (protes ke DLH) udah tapi belum," kata Kismi dikutip dari Bantennews (Jaringan SuaraBanten.id).
Kata dia, sekitar 70 persen warga kampung Lebak Waringin menolak pembuatan TPA tersebut. Ia dan warga sekitar menolak karena tidak ada komunikasi yang baik dari pihak desa kepada warga setempat.
"Jangan di sini (pembuatan TPA) gitu doang. Pertama dampak dari bau terus kedua lingkungan kita aja ini udah nggak bersih dicampur gitu makin nggak bersih," imbuhnya.
Hal serupa juga disampaikan warga lainnya bernama Amar, ia menyebut warga menolak sejak ada sosialisasi dari Pemkab Serang saat sebelum bulan puasa lalu.
Warga sekitar kemudian membuat petisi berisi tandatangan sekitar 100 orang warga yang menolak pembangunan TPA ke kepala desa. Namun, petisi itu tidak dikirim ke Bupati atau Kecamatan oleh kepala desa.
Amar mengkhawatirkan bau serta ancaman penyakit dari TPA tersebut bila dibuat di wilayah tempat tinggalnya.
"Selain bau nanti juga untuk ke depan anak cucu kita mengundang penyakit lah kalau sampah mah gitu," ujarnya.
Sementara itu, Kepala DLH Kabupaten Serang, Prauri mengatakan, ada kekeliruan pemahaman warga mengenai TPA.
Prauri mengungkapkan, TPA bukan tempat menumpuk sampah melainkan akan ada pengolahan sampah menjadi nilai ekonomi seperti pupuk, bahan bakar dan lain lain.
Terkait penolakan tersebut, pihaknya mengaku akan terus melakukan sosialisasi agar warga paham mengenai TPA dan tidak salah memahaminya lagi.
"Agar masyarakat paham aja dulu, (akan terus melakukan) sosialisasi. Kalau jadi bahan bakar kan bisa jadi uang punya nilai ekonomi," kata Prauri.
Terkait ganti rugi lahan, Prauri mengatakan pihaknya telah berkomunikasi dengan pemilik lahan yang akan dijadikan TPA.
"Kalau pemilik lahan mah udah siap dia mau aja kalau harganya cocok" imbuhnya.