SuaraBanten.id - Pengamat Politik Rocky Gerung angkat suara soal pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan soal TKA China ke Indonesia.
Rocky Gerung sebut pernyataan Luhut reaktif terhadap kabar TKA China masuk Indonesia.
Rocky Gerung mempertanyakan kenapa TKA China kerja namun publik Nggak boleh?
Rocky Gerung sebut pemerintah memiliki masalah utama masuknya TKA China yang bekerja di Indonesia.
Baca Juga:Ibas Takut RI Jadi Negara Gagal, Ferdinand: Tenang Mas, Masih Ada Jokowi
Diketahui, berdasarkan informasi yang beredar TKA China masuk ke Indonesia untuk bekerja.
Di sisi lain, rakyat Indonesia sendiri justru diminta untuk berdiam diri di rumah, bahkan banyak dari mereka yang sampai kehilangan pekerjaan lantaran Covid-19.
Karenanya, Rocky lantas menyebut bahwa dengan TKA China yang datang untuk bekerja di Tanah Air, maka publik tentu merasa adanya ketidakadilan.
“Orang kok menganggap kok TKA China? Pak Luhut juga reakif kan ‘TKA China itu sudah di PCR’, tapi ya mau PCR seratus kali, istilah TKA China bukan dalam sekadar pengertian pandemi,” tuturnya dalam sebuah tayangan di kanal Youtube pribadinya, dikutip dari terkini.id-Jaringan Suara.com Rabu (7/7/2021).
“Itu tentang ketidakadilan,” tambahnya.
Baca Juga:Revisi Aturan Perusahaan Esensial, Anies: Pekerjaan Manajemen WFH, Pelayanan WFO
Rocky membayangkan soal prosedur masuknya TKA China ke Indonesia yang di sisi lain warga Indonesia justru dibatasi dalam bekerja.
Selain itu, menurut Rocky, Pemerintah masih belum bisa menentukan sektor esensisal dan non esensial.
“Bagi publik, yang esensial itu adalah kerjanya. Kenapa TKA China dapat kerjaan, sementara publik dikunci di rumah nggak boleh kerja?”
Dirinya pun menyinggung soal tukang kopi yang seharusnya mendapatkan pendapatan dari Pemerintah.
“Tukang jual kopi sepedaan di Monas, dia enggak bisa lagi dapat kerjaan karena dikendalikan. Lalu orang bertanya, itu esensial atau tidak? Menurut Pemerintah, itu tidak esensial jual kopi, tetapi bagi si penjual kopi, itu esensial karena itu pendapatan harian dia,” pungkas Rocky Gerung.