Kisah Geger Cilegon, Serangan Fajar Petani Banten Jihad Usir Belanda

Gerakan Geger Cilegon tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi sampai ke mancanegara, terutama ke Eropa.

Pebriansyah Ariefana
Senin, 24 Mei 2021 | 07:55 WIB
Kisah Geger Cilegon, Serangan Fajar Petani Banten Jihad Usir Belanda
Foto peristiwa Geger Cilegon (dok Pemprov Banten)

Masyarakat mengumpulkan perhiasan emas dan barang berharga dalam peti, untuk biaya perbekalan perang. Persiapan secara finansial juga dipersiapkan, untuk mendukung usaha perlawanan.

Tanpa perbekalan yang memadai, akan memudahkan pasukan musuh untuk menumpas perlawanan dan tidak akan mampu membiayai perang dalam jangka waktu yang lama.

Selanjutnya, mereka sempat beberapa kali melakukan pertemuan rahasia, pertemuan terakhir di Gulacir pada 22 Juni 1888 M lahir kesepakatan yaitu akan diadakan pemberontakan pada hari sabtu, 17 Juli 1888 M. serangan di mulai setelah sholat subuh dan dikenal dengan “serangan fajar”.

Serangan dilaksanakan serentak dan mendadak di masing-masing daerah. Setelah penyerangan berhasil semua bergabung untuk menyerang kota Serang. Pada tanggal 12 Juli 1888 M terjadi kasus pembunuhan terhadap camat Belanda oleh seorang pendukung Ki Wasyid, maka Ki Wasyid mengutus beberapa kurir untuk memberi instruksi bahwa penyerangan akan dilakukan besok 13 Juli 1888 M.

Baca Juga:Kronologis Gubernur Banten Disebut Dalam Kasus Korupsi Dana Hibah Ponpes

Pagi hari senin pasukan berkumpul di Beji kemudian menuju Cilegon. Di Jombang wetan dan Cilegon sudah berkumpul pasukan pembantu serangan. Sasaran penyerangan adalah Kantor Afdeling Cilegon. Penyerangan dilakukan dari tiga arah yang berbeda dan mendadak sehingga membuat pasukan Belanda kocar kacir dan Kantor Afdeling Cilegon dapat dikuasai pasukan Ki Wasyid.

Pasukan Ki Wasyid selanjutnya bergerak ke arah Serang, dan Belanda mengirim pasukan secara berlapis dan pasukan bertempur di daerah Pejaten di kaki Gunung Pinang.

Peperangan meluas dari banten Utara sampai Banten selatan, arah Sumur Pandeglang. Pasukan Ki Wasyid akhirnya dapat ditundukan oleh Belanda.

Hal ini disebabkan kemampuan Belanda bertahan dan mengelola perang dengan baik, baik perbekalan maupun peralatan perang. Sementara Ki Wasyid mengandalkan kemampuan senjata golok dan bambu runcing seadanya serta semangat juang yang tinggi. Sebenarnya peperangan ini tidak hanya di sekitar Cilegon, tetapi lebih luas ke seluruh wilayah Banten waktu itu.

Pasca peperangan Geger Cilegon 1888, pasukan Belanda membuang pejuang petani Banten ke berbagai Wilayah daerah jajahan Belanda. Sebanyak 99 orang dibuang beberapa wilayah Indonesia yaitu ke Tondano, Gorontalo, Padang, Kupang, Ternate, Muntok, Banda. Pejuang yang dikenai hukum gantung ada 9 orang, saat ini dikenal dengan desa Pegantungan di Cilegon.

Baca Juga:Cuma Berselang 2 Menit, 2 Kali Gempa Guncang Wilayah Banten Hari Ini

Anak, istri, dan kerabat Kiai Wasyid juga dikejar-kejar Belanda untuk dibunuh. Anak Ki Wasyid, Siti Hajar Beji dan Yasin Beji diselamatkan melalui kapal dagang milik Syaik Al-Musyadad yang membawa sayur mayur dan buah-buahan yang dibawa ke tanah suci Mekah. Kiai Wasyid wafat pada 17 Juli 1888 M dan dimakamkan di Kota Cilegon Banten.

Kontributor : Saepulloh

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak