SuaraBanten.id - Berbagai alat elektronik seperti ponsel pintar hingga komputer saat ini jadi keperluan hidup manusia. Terlebih saat pandemi Covid-19 melanda, masyarakat kian intens menggunakan gadget.
Padahal kebanyakan gadget memancarkan radiasi yang dapat mengakibatkan gangguan penglihatan. terlebih kini banyak orang menghabiskan waktunya untuk bekerja dan belajar di depan komputer/gadget.
“Darurat mata termasuk kondisi tatkala orang sudah tidak mampu lagi bekerja dan atau belajar lewat komputer/gadget. Tidak hanya akibat kecelakaan yang bisa dikategorikan emergency,” demikian sebut Prof. Dr. Tjahjono D. Gondhowiardjo, guru besar ahli penyakit mata Universitas Indonesia, Kamis (12/11/2020).
Dalam kesempatan Bantennews (jaringan Suara.com), saat menemuinya di gedung Jakarta Eye Center, awal November, Prof. Tjahjono mengungkapkan ada rekannya seorang guru besar yang menyampaikan tidak lagi mampu bekerja dengan komputer dan minta perawatan matanya.
Baca Juga:Klaster Pernikahan dan Penguburan di Ubud, Puluhan Orang Positif Covid-19
Di berbeda kasus, ada pula orang tua yang menyampaikan kondisi anaknya yang masih usia sekolah terganggu proses belajarnya melalui Zoom karena gangguan penglihatan.
“Ini bisa dikataan keadaan darurat, karena mata menjadi alat vital untuk hidup,penghidupan dan proses belajar mengajar,” katanya.
Sehingga, ia katakan orang yang terganggu penglihatanya tidak bisa dilarang untuk datang ke rumah sakit mata.
padahal, beberapa waktu lalu ada himbauan hanya orang-orang yang mengalami sakit gawat darurat boleh ke rumah sakit. Ini untuk mencegah penularan Covid-19.
Ahli penyakit mata itu menyampaikan resep untuk menghindari gangguan penglihatan, yakni 20:20:20. Artinya, setelah di depan komputer selama 20 menit, harus berhenti selama 20 detik dan kemudian melihat sesuatu yang berjarak 20 meter.
Baca Juga:Besok, Pemaparan Ahli Soal Efektivitas Vaksin Covid-19 di Webinar Suara.com
Bisa dibayangkan kemungkinan generasi muda Indonesia akan mengalami gangguan penglihatan karena sejak balita sudah terbiasa terpapar oleh layar.
Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa memiliki jumlah penderita katarak dalam jumlah besar dan kebutaan yang tinggi.
Berbagai lembaga sosial juga aktif melakukan kegiatan operasi katarak gratis. Dompet Dhuafa pun tergerak melakukan gerakan kemanusiaan ini yang dikemas dalam program APDC (Aksi Peduli Dampak Corona).
Prof. Tjahjono, adalah mantan anggota komnas PGPK dan sejak puluhan tahun lalu giat dalam aksi peduli kesehatan mata. Ia menyatakan siap terjun lagi dalam aksi yang sama.Ia juga mantan Ketua PERDAMI (Persatuan Dokter Mata Indonesia).
Edgar Dale ~ Cone of Learning menyebut, peran mata (penglihatan) adalah jalur utama (83%) masuknya informasi sehari-hari. Telinga 11% dan seterusnya. Namun, untuk belajar (mengingat), membaca 10%, mendengar 20%, melihat 30%, mendengar dan melihat 50%.