SuaraBanten.id - Meski dorongan untuk menunda pilkada muncul dari berbagai pihak karena wabah belum usai, namun Presiden Joko Widodo memastikan tidak akan merubah jadwal pelaksanaan pilkada serentak.
Meski demikian, suara yang menyarankan agar pelaksanaan pilkada diawasi secara ketat terus bermunculan agar tak menjadi sumber klaster baru penularan Covid-19.
Salah satunya yang disampaikan pengamat politik asal Banten, Ikhsan Ahmad. Menurutnya, ada sejumlah persoalan strategis Pilkada yang harus dibahas secara mendalam, seperti kewajiban menyelamatkan nyawa pemilih.
“Harus ada timbal balik untuk menawarkan adaptasi baru, dari watak kekuasaan yang sebelumnya. Paslon itu penyakit dalam arti membawa virus,” kata Ikhsan, dalam Diskusi Reboan Jaringan Rakyat untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP), Rabu (30/9/2020) malam.
Baca Juga:Bertambah Lagi, Total 7 Pegawai di Kejari Kota Bogor Positif Covid-19
Ia berpendapat, setiap pasangan calon (paslon) pasti berusaha mencari celah agar menemukan peluang kampanye tatap muka, karena kurang percaya diri bila hanya secara daring.
“Sisi publikasi juga kurang membangun sebuah citra yang dramatis,” ujarnya dalam diskusi.
“Saya berpendapat ketika Paslon tertangkap melanggar protokol Covid-19 maka pastikan jauhi, jangan dekati, dan jangan dipilih. Karena kalau melanggar, dia memiliki watak kekuasaan lama karena membahayakan masyarakat,” imbuhnya, melansir Bantenhits (jaringan Suara.com).
Tidak hanya membahayakan masyarakat, Paslon yang melanggar ketentuan aturan Pilkada di tengah pandemi adalah bom waktu selama pandemi.
“Saya pikir harus ada asumsi kuat Paslon itu biang penyakit. Jadi orang yang penuh hasrat kekuasaan itu seperti kasta Syudra, yang harus disikapi secara hati-hati,” pungkasnya.
Baca Juga:Protes Anti-Netanyahu Kembali Digelar, Tuntut PM Israel Mundur