SuaraBanten.id - Misteri kasus penembakan bos perusahaan pelayaran, Sugianto (51), di Ruko Royal Gading Square, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Kamis (13/8/2020) lalu, akhirnya terungkap.
Pelaku penembakan merupakan pembunuh bayaran yang diotaki oleh karyawati korban berinisial NL (34).
NL diketahui bekerja di bagian administrasi keuangan di perusahaan milik bos pelayaran tersebut.
Total ada 12 pelaku yang ditangkap dalam pembunuhan berencana ini.
Baca Juga:Sebelum Menembak Sugianto, Tersangka Lima Kali Susun Rencana Pembunuhan
NL mengaku nekat menyewa pembunuh bayaran karena sakit hati dilecehkan oleh korban.
Hal itu disampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (24/8/2020).
"Ada beberapa pernyataan korban yang dianggap melecehkan selama ini, sering marah-marah dan sering mengajak hal-hal di luar hubungan pimpinan-karyawan, sering diajak melakukan persetubuhan dan ada perkataan sebagai 'perempuan tidak laku'," kata Nana.
Selain sakit hati, motif pembunuhan bos pelayaran tersebut lantaran NL takut dilaporkan ke polisi. Sebab, pelaku diduga telah menggelapkan uang pajak.
"Ini menjadi kekhawatiran sehingga menimbulkan yang bersangkutan ambil inisiatif untuk membunuh korban," ungkap Nana.
Baca Juga:Sempat Gagal, Karyawati Upahi Eksekutor Rp 200 Juta Bunuh Bos Pelayaran
Atas dasar itu, NL lantas meminta tolong kepada tersangka R alias MM (42) untuk menghabisi nyawa bosnya.
Awalnya, MM yang tak lain suami siri NL, tak menghiraukan permintaan itu.
Namun, setelah NL mengaku mendapat ancaman dari Sugianto akan dilaporkan ke polisi, akhirnya yang bersangkutan pun menyetujui permintaan pelaku.
"Tersangka NL juga sudah menyiapkan dana Rp 200 juta untuk mencari pembunuh bayaran. Kemudian setelah itu mulailah menjalankan perencanaan pembunuhan," beber Nana.
Peran Tersangka
Polda Metro Jaya sebelumnya telah menangkap 12 pelaku pembunuhan berencana terhadap bos pelayaran, Sugianto (51).
Belasan tersangka tersebut ditangkap di tiga wilayah berbeda, yakni Cibubur, Lampung dan Surabaya.
Masing-masing memiliki peran berbeda. Mulai dari perencana pembunuhan, mencari senjata hingga mengeksekusi korban.
"Dari hasil pengungkapan ini ada 12 tersangka. Ini kelompok sindikat pembunuhan berbagai peran. Otak pelaku yang merencanakan, mencari senpi, ada sebagai joki, eksekutor, dan ada yang membawa senpi," tutur Nana.
Para tersangka tersebut beserta peran masing-masing, yakni NL selaku inisiator atau otak pembunuhan. Kemudian, MM pihak yang merencanakan pembunuhan.
Selanjutnya, DM alias M (50) selaku eksekutor pembunuhan, SY (58) joki, TH (64) pemilik senjata, SP (57) perantara penjual senjata milik TH, S (20) dan MR (25) pihak yang mengantarkan dan menyerahkan senjata.
Selain itu, ada pula AJ (56) selaku pihak yang menyiapkan senjata sekaligus melatih tersangka DM alias M menembak.
Serta, DW alias D (45), R (52), dan RS (45) turut serta dalam perencanaan pembunuhan.
"Hampir kurang lebih delapan hari, kejadian 13 Agustus dan terungkap 21 Agustus 2020," ujar Nana.
Ditembak Sporadis
Diberitakan sebelumnya, sebelum ditembak oleh orang tak dikenal, bos pelayaran Sugianto hendak pulang ke rumah untuk makan siang.
Jarak tempat kejadian perkara (TKP) penembakan dengan rumah korban hanya 50 meter.
"Kronologisnya pada saat dia mau pulang makan siang, kebetulan korban ini kantornya sama rumahnya enggak terlalu jauh. Dia biasanya siang pulang untuk makan siang dan jalan kaki. Sekitar 50 meter dari kantornya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan, Kamis (13/8/2020).
Yusri mengatakan, kala itu tiba-tiba secara sporadis pelaku mengacungkan senjata dan menembak korban beberapa kali.
Seusai menembak mati, pelaku pembunuh bayaran tersebut langsung melarikan diri.
Berdasarkan keterangan saksi di TKP, pelaku yang melakukan aksi penembakan berjumlah dua orang.
"Pelaku penembakan satu orang tapi ada satu orang yang menunggu di motor, kemudian dia melarikan diri," ujar Yusri.
Bersimbah Darah
Sementara, dua saksi mata yang tak ingin disebutkan identitasnya, menyebut kejadian penembakan sekitar pukul 12.00 WIB.
"Tiga kali ledakan kita dengar. Dor dor dor begitu aja. Baru kita bertanya-tanya ada apa, karena sebelumnya belum pernah dengar begitu enggak ada apa-apa di sini aman-aman aja," kata salah satu dari mereka saat ditemui Suara.com di lokasi, Jumat (14/8/2020).
Keduanya juga mengaku sempat melihat terduga pelaku yang berperan sebagai eksekutor kabur dengan memanjat pagar ruko.
Dan ternyata sudah ada satu orang lainnya menunggu di ujung ruko tersebut dengan sepeda motor.
Setelah kedua tersangka pembunuhan itu kabur, warga kemudian baru berani mendekat menghampiri ruko untuk melihat apa yang tengah terjadi.
Mereka melihat ada salah seorang tergeletak bersimbah darah dan beberapa selongsong peluru di dekat korban.
"Jadi memang di sana ada yang nunggu bawa motor pakai jaket warna hijau kayak ojol. Mereka menunggu dulu beberapa menit setelah itu kemudian kabur," tuturnya.
"Enggak ada ngelawan sudah langsung tergeletak. Orang HP-nya aja saya lihat masih digenggam. masih hidup," ujarnya.
Lima Tembakan
Berdasarkan hasil visum, bos pelayaran Sugianto dihujani lima tembakan oleh pembunuh bayaran tersebut.
"Pagi tadi Dirkrimum Polda Metro Jaya bersama-sama Reskrim Polres Metro Jakarta Utara melakukan olah TKP lagi ditemukan satu selongsong lagi dan juga dikroscek dengan hasil visum awal di rumah sakit ternyata memang ada lima tembakan," kata Yusri, Jumat (14/8/2020).
Yusri menyebutkan beberapa luka tembak tersebut ditemukan pada bagian dada dan perut korban. Selain itu juga ditemukan luka tembak pada bagian muka dan kepala.
"Tiga mengenai dada dan perut, satu sempat tembus, yang dua ini mengenai kepalanya, muka dan kepalanya," ungkap Yusri.
Pasal Berlapis
Atas kasus pembunuhan berencana ini, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.
Kemudian, Pasal 338 KUHP, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, dengan hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun.