SuaraBanten.id - Pemerintah Kabupaten Lebak fokus memperbaiki dan membangun kembali permukiman warga dan fasilitas umum yang rusak dalam upaya pemulihan pasca-bencana banjir bandang dan tanah longsor pada awal Januari yang merusak rumah-rumah warga dan bangunan fasilitas publik.
Pemerintah Kabupaten masih menunggu rekomendasi dari Badan Geologi mengenai lokasi yang tepat untuk memindahkan permukiman warga yang terdampak banjir dan tanah longsor.
"Kami akan memfokuskan pemulihan kembali dengan membangun relokasi untuk penampungan warga yang terdampak bencana banjir bandang dan longsor," kata Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya di Lebak, Kamis (6/2/2020).
"Kami berharap hasil penetapan lahan relokasi dari Badan Geologi segera diterbitkan agar penanganan bencana lebih cepat," lanjut dia.
Baca Juga:Hidup Korban Banjir Lebak Terseok-seok, Makanan Menipis, Berharap Bantuan
Ia menjelaskan pula bahwa selama masa transisi pemerintah akan memperbaiki jembatan dan jalan yang rusak akibat bencana dan kemudian memulai pembangunan permukiman warga di lokasi baru sesuai rekomendasi Badan Geologi.
"Kami berharap empat bulan terakhir di masa transisi itu bisa merealisasikan pembangunan relokasi," ujarnya.
Hidup menderita
Masyarakat korban banjir bandang di Kampung Seupang Desa Pajagan Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak hidup menderita. Mereka diserang penyakit karena hidup dipengungsian sejak banjir bandang sebulan lalu.
Mereka mendambakan rumah hunian sementara atau huntara karena hingga kini masih tinggal di tenda pengungsian yang kondisinya tidak layak.
Baca Juga:Tolong Pak Jokowi, Hidup Korban Banjir Lebak Menderita, Diserang ISPA
"Kami pascabanjir hingga berakhirnya masa tanggap darurat belum mengetahui nasib ke depan," kata Alamat (55) seorang warga korban banjir bandang di tenda pengungsian di Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak, Rabu (5/2/2020).
Masyarakat korban banjir bandang yang tinggal di tenda-tenda pengungsian di Desa Pajagan Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak mendambakan huntara karena kondisinya cukup memprihatinkan. Mereka tinggal di tenda pengungsian itu tidak layak,terlebih musim hujan kebocoran dan kedinginan juga jika terik matahari kondisi dalam tenda itu kepanasan.
Bahkan, anak-anak balita yang tinggal di pengungsian kerapkali terserang demam, diare dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Masyarakat yang menghuni di tenda itu tercatat 50 unit tenda dengan 70 kepala keluarga (KK) dan 290 jiwa.
"Kami berharap pemerintah dapat merealisasikan huntara untuk warga korban bencana banjir bandang," katanya menjelaskan.
Menurut dia, warga yang masih bertahan di pengungsian itu karena sebanyak 39 rumah,termasuk sekolah madrasah dan masjid di Kampung Seupang Desa Pajagan tersebut luluhlantak akibat diterjang banjir bandang awal tahun 2020. Selama ini, warga yang menghuni di sini belum menerima adanya tindak lanjut pasca-bencana banjir bandang.
Apakah itu akan direlokasi ke tempat yang lebih aman maupun dibangunkan huntara.
- 1
- 2