Andi Ahmad S
Kamis, 25 September 2025 | 20:41 WIB
Anggota IKA SAKTI Tangerang saat membuat laporan dugaan korupsi pengadaan lahan RSUD Tigaraksa Kabupaten Tangerang ke Kejaksaan Agung, Kamis, 25 September 2025.[Wivy/SuaraBanten]
Baca 10 detik
  • IKA SAKTI melaporkan dugaan korupsi RSUD Tigaraksa ke Kejagung karena penanganan kasus lokal lambat dan tidak transparan.

  • Laporan BPK menunjukkan potensi kerugian negara Rp26,4 miliar akibat pembelian lahan melebihi kebutuhan riil.

  • Kasus ini menjadi ujian bagi Kejagung untuk membuktikan komitmennya dalam memberantas korupsi tanpa pandang bulu.

Integritas dan independensi adalah kunci utama dalam memastikan keadilan dapat ditegakkan, terlepas dari siapa pun yang terlibat.

Dugaan korupsi dalam pengadaan lahan RSUD Tigaraksa kembali mencuat setelah adanya temuan signifikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten tahun 2025.

LHP tentang Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun anggaran 2025 mengungkap adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan lahan dan luas yang dibeli.

Ini adalah indikasi awal dari praktik mark-up atau penggelembungan anggaran yang sering terjadi dalam proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Studi kelayakan awal untuk RSUD Tigaraksa menyebutkan bahwa kebutuhan lahan hanya sekitar 50.000 meter persegi (m²). Namun, faktanya, lahan yang dibeli justru mencapai 114.480 m². Kelebihan lahan sekitar 64.607 m² inilah yang menjadi sumber masalah.

Disparitas yang sangat signifikan antara kebutuhan riil dan luas lahan yang dibeli ini berpotensi menyebabkan kerugian keuangan daerah hingga Rp26,4 miliar.

Angka ini bukanlah jumlah yang kecil, dan berpotensi merugikan masyarakat Tangerang yang seharusnya dapat menikmati alokasi dana tersebut untuk pembangunan atau pelayanan publik lainnya.

Selain itu, masalah lain yang tak kalah serius adalah indikasi tumpang tindih sebagian lahan yang dibeli dengan perumahan warga di Perumahan Kota Tigaraksa Blok AE.

Jika dugaan tumpang tindih ini benar, maka ini akan menciptakan konflik agraria baru, merugikan warga yang memiliki hak atas tanah, dan semakin memperumit penyelesaian kasus.

Baca Juga: Detik-detik Mencekam! Siswa SD di Tangsel Nyaris Jatuh dari Lantai 3, Video Viral Bikin Histeris

Ini juga menunjukkan adanya kelemahan dalam proses due diligence atau uji tuntas dalam pengadaan lahan, yang seharusnya memastikan tidak ada masalah kepemilikan sebelum transaksi dilakukan.

Sebelumnya, kasus dugaan korupsi ini sempat dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Kejari Kabupaten Tangerang.

Penghentian penyidikan ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat dan pegiat anti-korupsi. Namun, dengan munculnya novum atau bukti baru dari audit BPK, serta laporan berkelanjutan dari masyarakat sipil seperti IKA SAKTI, alasan untuk membuka kembali penyelidikan menjadi sangat kuat.

Dalam sistem hukum pidana, novum adalah dasar sah bagi peninjauan kembali atau pembukaan kembali sebuah kasus yang sebelumnya telah dihentikan.

Temuan BPK yang secara eksplisit menyebutkan ketidaksesuaian luas lahan dan potensi kerugian negara memberikan pijakan hukum yang kokoh bagi Kejagung untuk melanjutkan proses hukum.

Laporan BPK, sebagai lembaga audit negara, memiliki bobot yang kuat dan sulit dibantah. Oleh karena itu, IKA SAKTI mendesak agar Kejagung tidak lagi menunda-nunda dan segera menindaklanjuti temuan tersebut.

Load More