SuaraBanten.id - Serikat Pekerja Nasional (SPN) Banten tuntut penghapusan sistem outsourcing dan penolakan upah murah.
Dalam aksi nasional bertajuk Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah (HOSTUM) yang digelar secara serentak di berbagai provinsi.
Ketua DPD SPN Banten Intan Indria Dewi di KP3B Kota Serang, mengatakan aksi tersebut mengangkat sejumlah isu strategis yang berkaitan langsung dengan perlindungan hak pekerja.
"Yang pertama adalah menghapuskan segala bentuk outsourcing dan meminta agar tidak ada lagi upah murah. Kami juga menuntut kenaikan upah pada tahun 2026 sebesar 8,5 persen sampai dengan 10 persen," ujarnya, Kamis 28 Agustus 2025.
Menurut Intan, besaran tuntutan kenaikan upah tersebut dihitung dari kombinasi inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Ia menegaskan praktik pemberian upah murah masih marak, bahkan banyak perusahaan membayar di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
"Makanya ini yang kami suarakan karena belum ada pemerataan. Masih banyak kesenjangan upah dan masih banyak perusahaan membayarkan di bawah UMK," katanya.
SPN juga menyoroti perlunya pembentukan satuan tugas pemutusan hubungan kerja (Satgas PHK) untuk memastikan pekerja yang terkena PHK memperoleh haknya.
"Masih banyak sekali praktik PHK di mana pekerja tidak mendapatkan hak-hak semestinya. Kami sudah sampaikan data ke pengawasan tenaga kerja, karena ini hak yang harus didapatkan oleh pekerja," ujarnya.
Baca Juga: Serikat Pekerja Sebut Aksi Calo Tenaga Kerja di Serang Pelanggaran Hukum dan HAM
Selain itu, SPN mendesak agar penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dinaikkan hingga Rp7,5 juta, menghapus pajak yang dinilai diskriminatif terhadap pekerja perempuan menikah, serta menghapus pajak atas tunjangan hari raya (THR).
"Selama ini pekerja perempuan yang menikah membayar pajak lebih besar daripada laki-laki. Pajak untuk THR juga kami minta dihapuskan," tambahnya.
Intan menegaskan, sistem outsourcing merupakan bentuk perbudakan modern.
"Pekerja outsourcing tidak mendapatkan hak seperti pekerja sektor formal, upahnya di bawah UMK, tidak ada jaminan sosial, jam kerja tidak teratur, dan kontrak kerja tidak jelas. Banyak perusahaan yang melempar tanggung jawab antara perusahaan inti dan outsourcing," ungkapnya.
Aksi tersebut juga menuntut pemerintah segera mengesahkan undang-undang ketenagakerjaan yang baru setelah RUU Cipta Kerja dicabut oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 168.
SPN juga mendorong pengesahan RUU pemberantasan korupsi dan regulasi terkait lainnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga 7 Seater Mulai Rp30 Jutaan, Irit dan Mudah Perawatan
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 19 Oktober: Klaim 19 Ribu Gems dan Player 111-113
- Bukan Main-Main! Ini 3 Alasan Nusakambangan, Penjara Ammar Zoni Dijuluki Alcatraz Versi Indonesia
Pilihan
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
-
Pembelaan Memalukan Alex Pastoor, Pandai Bersilat Lidah Tutupi Kebobrokan
-
China Sindir Menkeu Purbaya Soal Emoh Bayar Utang Whoosh: Untung Tak Cuma Soal Angka!
-
Dana Korupsi Rp13 T Dialokasikan untuk Beasiswa, Purbaya: Disalurkan Tahun Depan
Terkini
-
ShopeePay Bagi-Bagi Saldo Gratis hingga Rp2,5 Juta! Klaim di Sini Sekarang!
-
BRI Perkuat Perannya Sebagai Bank Penyalur Utama KPR Subsidi, Dukung Program Asta Cita Pemerintah
-
Persita Tangerang vs Bali United: Pena Ungkap Strategi Jitu
-
Dari Ibu Rumah Tangga Jadi Desainer Batik: Kisah Inspiratif Datik Daryanti Bangun Datik Batik
-
10 Syarat Mudah Nikah Gratis di Kota Serang untuk Nonmuslim! Cek di Sini