SuaraBanten.id - Musim membuka ladang yang seharusnya menjadi penanda kehidupan baru bagi Suku Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, justru berujung tragedi.
Sepanjang Januari hingga pertengahan Agustus 2025, sebanyak tujuh warga Badui Dalam dan Badui Luar dilaporkan meninggal dunia setelah menjadi korban keganasan ular tanah (Calloselasma rhodostoma).
Kematian beruntun ini bukanlah takdir, melainkan cerminan dari rapuhnya sistem penanganan medis darurat di wilayah tersebut.
Sahabat Relawan Indonesia (SRI), organisasi yang aktif mendampingi masyarakat Baduy, mencatat total 49 kasus gigitan ular terjadi dalam periode yang sama.
Kematian para korban, menurut SRI, disebabkan oleh dua faktor krusial: keterlambatan penanganan dan kelangkaan Serum Anti Bisa Ular (ABU) di fasilitas kesehatan terdekat.
"Semua warga Suku Badui yang meninggal akibat gigitan ular berbisa itu, karena keterlambatan dilarikan ke rumah sakit," kata Koordinator SRI Muhammad Arif Kirdiat di Lebak, Banten, Sabtu (16/8/2025).
Kasus terbaru yang merenggut nyawa terjadi hanya dalam sepekan terakhir, menimpa Jambu (20) dan Sarman (33).
Peristiwa tragis ini terjadi seiring dimulainya kalender adat masyarakat Baduy untuk membuka lahan pertanian baru.
Prosesi yang melibatkan pembabatan pohon dan semak belukar ini secara langsung meningkatkan risiko pertemuan antara warga dengan ular berbisa yang bersarang di rerumputan.
Baca Juga: Ini Modus Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Banten
Arif menjelaskan, warga Baduy yang mayoritas menggantungkan hidup pada sistem pertanian ladang di perbukitan menjadi sangat rentan.
"Warga Badui berpotensi menjadi korban gigitan ular berbisa yang berlindung di rerumputan maupun semak-semak belukar," ujarnya, seraya mengingatkan potensi bahaya semakin tinggi mengingat curah hujan yang masih terjadi.
Langkanya Serum dan Problem Akses
Penyebab utama kematian para korban menyoroti masalah serius dalam sistem kesehatan. Menurut data SRI, kelangkaan serum ABU di puskesmas-puskesmas sekitar permukiman Baduy menjadi kendala fatal.
Ditambah lagi dengan sulitnya medan dan keterlambatan informasi, membawa korban ke rumah sakit dengan cepat menjadi sebuah tantangan besar yang seringkali berakhir dengan hilangnya nyawa.
"Penyebab kematian itu karena langkanya serum Anti Bisa Ular (ABU ) di semua puskesmas setempat sekitar Badui juga keterlambatan informasi untuk di bawa ke rumah sakit menjadi kendala utama," ungkap Arif.
Berita Terkait
Terpopuler
- Shin Tae-yong: Jay Idzes Menolak
- Innalillahi, Komedian Mpok Alpa Meninggal Dunia
- Kata-kata Miliano Jonathans Tolak Timnas Indonesia
- Dulu Dihujat karena Biaya Persalinan Dibantu Raffi Ahmad, Rupanya Mpok Alpa Punya Cerita Memilukan
- Anak Muda Merapat! Ini 4 Mobil Bekas Keren Rp30 Jutaan yang Siap Diajak Keliling Pulau Jawa
Pilihan
-
Debit Manis Shayne Pattynama, Buriram United Menang di Kandang Lamphun Warrior
-
PSIM Yogyakarta Nyaris Kalah, Jean-Paul van Gastel Ungkap Boroknya
-
Cerita Awal Alexander Isak, Zlatan Baru yang Terasingkan di Newcastle United
-
Di Balik Gemerlap Kemerdekaan: Veteran Ini Ungkap Realita Pahit Kehidupan Pejuang yang Terlupakan
-
Daftar 5 HP Android Punya Kamera Setara iPhone, Harga Jauh Lebih Murah
Terkini
-
BRI Consumer Expo 2025 Bandung, Tawarkan Promo KPR Bunga Ringan Mulai 2,40%
-
HUT ke-80 RI, BRI Hadirkan 8 Langkah Nyata untuk Indonesia Berdaulat dan Sejahtera
-
Sentuhan BRI, Gulalibooks Tembus Pasar Literasi Anak ke Malaysia dan Singapura
-
Maut di Ladang Baduy: 7 Warga Tewas Digigit Ular, Serum Anti Bisa Jadi Barang Langka
-
Istri Bos Pabrik Narkoba Serang Minta Ampun ke Presiden Prabowo Meski Vonis Belum Final