Hairul Alwan
Jum'at, 11 Juli 2025 | 12:16 WIB
Kasus dugaan pelecehan seksual di SMAN 4 Serang yang berujung damai bisa berpotensi ancaman pidana pihak yang terbukti menghalangi proses hukum. [Yandi Sofyan/Suara.Com]

SuaraBanten.id - Upaya damai kasus pelecehan seksual di SMAN 4  Kota Serang yang dilakukan oknum guru bisa berujung pidana bagi pihak yang menghalangi penindakan hukum. Hal tersebut diungkapkan Ketua Komnas Perlindungan Anak atau Komnas PA Banten, Hendri.

Komnas PA menegaskan penyelesaian damai kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan, seperti yang diduga terjadi di SMAN 4 Serang, bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat menyeret pihak sekolah ke ranah pidana.

Ancaman hukumannya tak main-main, jika terbukti menghalangi proses hukum pelecehan seksual di SMAN 4 Serang yang dilakukan oleh oknum guru bisa diancam penjara hingga 5 tahun.

Langkah damai yang diduga ditempuh SMAN 4 Serang dalam menyikapi kasus pelecehan seksual oleh oknum guru kini berbuntut panjang. 

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Banten mengecam keras tindakan tersebut dan menegaskan bahwa kekerasan seksual adalah tindak pidana yang tidak mengenal mediasi. 

Berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), sekolah atau pihak mana pun yang dengan sengaja menghalangi pengungkapan kasus justru dapat dikenai sanksi pidana penjara.

Sorotan tajam kini mengarah pada SMAN 4 Kota Serang setelah dugaan kasus pelecehan seksual yang viral di media sosial dikabarkan berakhir dengan damai. 

Komnas PA Provinsi Banten menyatakan bahwa jalur mediasi dalam kasus semacam ini adalah sebuah pelanggaran hukum serius.

“Kekerasan seksual terhadap anak tidak dapat diselesaikan secara mediasi atau damai di luar proses hukum. Hal ini sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” kata Hendry dari Komnas PA Banten, Kamis 10 Juli 2025.

Baca Juga: Skandal SMAN 4 Serang Memanas, Dindikbud Banten Turun Tangan, Polisi Lakukan Penyelidikan

Menurutnya, sikap sekolah yang diduga menyarankan korban untuk memaafkan pelaku dan tidak melapor kepada orang tua adalah bentuk pembiaran yang secara terang-terangan mengabaikan perlindungan terhadap korban. 

Sikap ini menempatkan sekolah pada posisi yang berseberangan dengan hukum.

“Sekolah wajib berpihak kepada korban, bukan pelaku,” ujarnya.

Lebih jauh lagi, Hendry menjelaskan bahwa upaya menutup-nutupi atau menghalangi penanganan hukum kasus kekerasan seksual memiliki konsekuensi pidana yang tidak main-main. 

Pihak sekolah yang terbukti melakukan hal tersebut dapat dijerat dengan pasal mengenai perintangan penyidikan.

“Bunyi Pasal 19 UU TPKS, setiap Orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun,” imbuhnya.

Load More