Belajar dari Buronan, Residivis Jadi 'Koki' Sabu di Apartemen Cisauk Tangerang

BNN bongkar pabrik sabu rahasia (clandestine lab) di apartemen Cisauk, Tangerang. Pelaku gunakan modus medsos dan 'sistem tempel', raup keuntungan Rp1 miliar.

Andi Ahmad S
Minggu, 19 Oktober 2025 | 19:00 WIB
Belajar dari Buronan, Residivis Jadi 'Koki' Sabu di Apartemen Cisauk Tangerang
Kepala BNN RI Komjen Suyudi Ario Seto. ANTARA/Azmi Samsul M.
Baca 10 detik
  • BNN membongkar pabrik sabu di apartemen Cisauk, beroperasi 6 bulan dengan untung Rp1 miliar.

  • Pelaku gunakan modus medsos dan 'sistem tempel' untuk pemasaran sabu tanpa tatap muka.

  • Sabu dibuat dari ekstrak 15.000 pil asma; dua pelaku ditangkap, satu residivis.

SuaraBanten.id - Fenomena clandestine lab atau laboratorium narkoba rahasia yang bersembunyi di hunian vertikal kembali terungkap dan mengejutkan publik.

Badan Narkotika Nasional (BNN) RI berhasil membongkar praktik pembuatan narkotika jenis sabu yang beroperasi di sebuah unit apartemen di kawasan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten.

Yang mencengangkan, pabrik haram ini telah beroperasi tepat di tengah pemukiman padat selama setengah tahun tanpa terendus warga sekitar.

Penggerebekan ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat urban, khususnya anak muda yang tinggal di apartemen, bahwa kejahatan narkotika bisa saja terjadi tepat di balik pintu tetangga mereka.

Baca Juga:Teror Misterius di BSD, Mobil Parkir Jadi Sasaran Penembak Jitu Airsoft Gun

Dalam operasi senyap yang dilakukan, BNN menangkap dua pelaku utama yang mengendalikan produksi barang haram tersebut. Kepala BNN, Komisaris Jenderal Polisi Suyudi Ario Seto, dalam rilis resminya pada Sabtu kemarin mengungkapkan betapa profitablenya bisnis ilegal yang dijalankan para pelaku ini.

"Kegiatan tersebut sudah beroperasi selama enam bulan dan kita tangkap dua orang pelakunya berinisial IM dan DF. Keuntungan selama enam bulan sebesar Rp1 miliar," ujar Komjen Pol Suyudi Ario Seto.

Angka fantastis ini didapatkan dari produksi sabu yang dilakukan secara mandiri di dalam unit apartemen lantai 20 tersebut.

Para pelaku tergolong licin dalam menjalankan aksinya. Mereka memanfaatkan teknologi digital untuk memasarkan produknya, menyasar konsumen yang akrab dengan media sosial. Tidak ada transaksi tatap muka langsung yang mencolok, melainkan menggunakan metode yang populer di kalangan pengedar saat ini.

"Pemasaran yang dilakukan oleh kelompok ini dengan menggunakan sarana ponsel, kemudian mereka janjian di satu tempat barang ditaruh serta mengawasi dari jauh. Kemudian oleh si pembeli di bawa, tapi ada juga yang langsung diserahkan seperti itu," jelas Suyudi mengenai modus operandi mereka.

Baca Juga:Persita Menggila! Bantai PSIM 4-0, Raih Kemenangan Ke-5 Beruntun

Dalam sindikat mini ini, kedua pelaku memiliki peran spesifik. IM, yang ternyata seorang residivis kasus serupa, bertindak sebagai 'koki' atau juru masak sabu. Ia belajar meracik barang haram tersebut dari seseorang berinisial JN yang kini menjadi buruan BNN. Sementara DF berperan sebagai tenaga pemasaran.

Keahlian IM dalam mengolah bahan baku cukup mengkhawatirkan. Mereka tidak mengimpor bahan jadi, melainkan mengekstraknya dari obat-obatan legal yang mudah didapat.

Pelaku diketahui mengekstrak 15.000 butir pil obat asma untuk menghasilkan 1 kilogram ephedrine murni, bahan utama pembuat sabu.

Dalam penggerebekan Jumat (17/10) lalu, BNN menyita barang bukti sabu dalam bentuk cair dan padat seberat satu kilogram.[Antara].

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini