- Dugaan Penolakan Rumah Sakit dan Kematian Pasien Balita
- Respon Keras Pemerintah Daerah dan Tuntutan Investigasi
- Bantahan Pihak Rumah Sakit dan Perbedaan Keterangan
SuaraBanten.id - Sebuah kisah menyayat hati datang dari Banten. Nyawa seorang balita bernama Umar Ayyasy (3) tak terselamatkan setelah perjuangan melawan sakit parah.
Namun, di balik duka mendalam, terselip dugaan penolakan oleh pihak rumah sakit yang kini memicu amarah Gubernur Banten, Andra Soni, dan tuntutan keadilan dari publik.
Gubernur Andra Soni secara tegas memerintahkan Dinas Kesehatan untuk melakukan investigasi penuh terhadap RS Hermina Ciruas.
Ia tidak bisa menerima ada warga, apalagi seorang anak kecil dalam kondisi kritis, yang terhambat pelayanannya.
Baca Juga:Kok Bisa Makanan Basi Lolos? Ombudsman Bongkar Titik Rawan Program Makan Bergizi Gratis di Banten
“Saya memerintahkan kepada Dinkes untuk melakukan koordinasi dan memastikan bahwa hal-hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi di Banten,” kata Andra Soni dengan nada tinggi di Serang, dilansir dari Antara, Selasa (9/9/2025).
Kisah tragis ini bermula pada 26 Agustus 2025, saat Umar Ayyasy dilarikan ke RS Hermina Ciruas dengan kondisi menderita diare akut, dehidrasi, infeksi paru-paru, hingga gizi buruk.
Setelah tujuh hari dirawat, pihak keluarga mengaku pasien dipulangkan meski kondisinya belum stabil dan masih terpasang selang nutrisi (NGT).
Hanya berselang dua hari di rumah, kondisi Umar kembali memburuk secara drastis. Keluarga dengan panik segera membawanya kembali ke RS Hermina Ciruas, berharap pertolongan cepat. Namun, di sinilah dugaan fatal itu terjadi.
Menurut pihak keluarga, mereka tidak diterima dengan alasan terbentur prosedur BPJS. Dalam situasi genting itu, mereka terpaksa mengambil keputusan berat untuk memindahkan Umar ke RSUD Banten.
Baca Juga:Program Makan Siang Gratis di Banten Disorot: Siswa Keracunan, Ombudsman Temukan Makanan Basi
Namun, waktu terasa begitu berharga. Setibanya di RSUD Banten, kondisi Umar sudah dinyatakan sangat kritis dengan napas yang disebut tinggal 3 persen, sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhirnya pada 5 September.
Keluarga kini menuntut tanggung jawab dan perbaikan sistem agar tragedi yang merenggut nyawa buah hati mereka tidak pernah terulang pada keluarga lain.
Di tengah duka keluarga, Manajemen RS Hermina Ciruas membantah keras tudingan telah melakukan penolakan pasien. Wakil Direktur RS Hermina Ciruas, dr. Anita, memberikan klarifikasi dari sudut pandang mereka.
Menurutnya, pasien sudah mendapat penanganan sesuai prosedur saat tiba kembali di rumah sakit. Kendalanya, kata dr. Anita, adalah keterbatasan ruang rawat inap yang saat itu penuh.
"Pihak kami menyarankan pasien untuk menunggu di IGD sambil dilakukan observasi lebih lanjut, namun pihak keluarga memilih untuk membawa pasien ke RSUD Banten," jelasnya.
Meskipun membantah, RS Hermina Ciruas menyatakan keterbukaan untuk dievaluasi dan menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga korban serta berkomitmen untuk memperbaiki pelayanan.