SuaraBanten.id - Mantan Kepala Desa atau Kedes Pagelaran, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Banten Herliawati dan suami, Yadi Haryadi diduga korupsi dengan memeras pengusaha tambak udang senilai Rp310 juta.
Pasangan suami istri tersebut melakukan pemerasan kepada pengusaha tambak udang yakni, PT Royal Gihon Samudra. Mereka meminta perusahaan tersebut membayar Rp345 juta untuk lahan tambak mereka.
PT Royal Gihon kemudian mendapatkan 37 bidang tanah warga seluas 23 hektar yang akan dibeli di desa tersebut namun belum bersertifikat.
Untuk mengurus sertifikat tersebut, pihak perusahaan mengutus Farid dan Ridwan untuk mengurusnya ke Herliawati selaku Kades Pagelaran. Namun, ia menolak mengurusnya karena meminta uang sebesar Rp345 juta.
“Menurut perhitungan terdakwa total uang yang harus dibayarkan oleh saksi Farid kepada terdakwa adalah sebesar Rp345 juta yang diperoleh berdasarkan perhitungan luas lahan yang belum bersertifikat 23 hektar dikali seribu lima ratus rupiah,” kata JPU Kejari Lebak Seliya Yustika Sari membacakan surat dakwaan dikutip dari Bantennews (Jaringan SuaraBanten.id).
Herliawati kemudian mendesak pengusaha tambak udang memberikan sebagian uang terlebih dahulu sebesar Rp200 juta pada Oktober 2021 saat pilkades di Desa Pagelaran.
Dengan terpaksa Farid dan Ridwan kemudian memberikan Rp100 juta kepada Kades Pagelaran secara tunai di rumah kedua terdakwa.
Lantaran masih banyaknya sertifikat yang belum ditandatangani, Farid selaku perwakilan PT Royal memberikan uang kepada kedua terdakwa melalui Ridwan secara berkala sejak awal 2022 sampai bulan September 2022 dengan total Rp200 juta.
Kedua terdakwa kemudian mendatangi Farid di rumahnya dan meminta menandatangani surat pernyataan kesanggupan Farid untuk membayar Rp230 juta kepada keduanya.
Lantaran uang tersebut tidak diberikan, Herliawati datang sendirian ke rumah Farid sambil membentak agar segera memberikan uang tersebut.
“Terdakwa datang sendiri ke rumah saksi Farid Maulana dan meminta sisa uang yang dimaksud dengan nada tinggi dan kata-kata kasar,” ungkapnya.
Lantaran belum mendapat sisa uang yang diminta, kedua terdakwa kemudian mengorganisir masyarakat untuk mendemo PT Royal di lokasi Tambak dengan permintaan agar warga sekitar diberikan pekerjaan di Tambak.
“Pada saat demonstrasi atau unjuk rasa tersebut berlangsung, terdakwa bertemu dengan saksi Farid Maulana yang juga berada di lokasi dan meminta agar sisa uang tersebut segera dibayar,” kata Seliya.
Setelah demo itu, saksi Farid kemudian memberikan uang sebesar Rp110 juta kepada kedua terdakwa secara bertahap yaitu Rp70 juta secara transfer agar demo bubar dan sisanya secara tunai Rp40 juta. Total keduanya menerima uang dari saksi Farid sebesar Rp310 juta.
Atas perbuatannya, pasutri tersebut didakwa melanggar Pasal 12 Huruf E, Pasal 12 Huruf B, dan Pasal 11 Undang-Undang Tipikor.