SuaraBanten.id - Indonesia memang sudah terkenal dengan kekayaan budaya, satu diantaranya adalah ragam suku. Terdapat lebih dari 300 etnik atau suku bangsa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Salah satu yang sudah banyak diketahui adalah keberadaan Suku Baduy yang berada di Lebak, Banten. Mereka adalah kelompok masyarakat yang menutup diri dari luar dan kelompok etnis yang sering disebut dengan suku Baduy Kanekes.
Asal Usul Suku Baduy Kanekes
Meskipun banyak versi yang menjelaskan tentang asal usul suku ini, Suku Baduy yang disebut mirip orang Timur Tengah memang sudah terkenal kepercayaan mereka untuk memegang teguh adat dan tradisi nenek moyang yang hingga kini terus dilestarikan.
Baca Juga:Perajin Kain Tenun Baduy Mulai Banjir Pesanan, Melonjak Pasca Pandemi Covid-19 Melandai
Masyarakat Suku Baduy mendiami satu wilayah di kawasan pegunungan Kendeng, di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Seluruh wilayahnya masuk ke dalam administratif Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, karena hal tersebutlah orang Baduy juga disebut orang Kanekes.
Versi yang paling terkenal tentang dari mana asal suku Baduy adalah kisah warga Baduy ternyata merupakan keturunan kerajaan Pajajaran yang mengasingkan diri ke wilayah pegunungan Kendeng, di Banten Tengah pada abad ke 12. Bagaimana orang-orang dari kerajaan Pajajaran mengasingkan diri ke wilayah yang kini dihuni warga Baduy sekarang ?
Dikutip dari unggahan video YouTube kanal Sabih NU dijelaskan bahwa menurut Djoewisno dalam bukunya berjudul 'Potret Kehidupan Masyarakat Baduy' terbitan tahun 1987 disebutkan awal mula pengasingan terjadi saat wilayah Banten dikuasai oleh Sunan Gunung Jati yang membawa misi menyebarkan agama Islam.
Hal itu membuat sejumlah orang yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun memilih melarikan diri ke arah selatan pulau Jawa atau sekarang disebut dengan Banten untuk meninggalkan istana kerajaan mereka yang disebut Megah.
Dalam pelarian selama berhari-hari, tibalah rombongan itu di hulu sungai Ciujung di jantung pegunungan kaki gunung Kendeng. Tempat itu kini disebut sebagai penyembahan Arca Domas atau petak 13. Lokasi ini merupakan daerah terlarang di samping merupakan kawasan tertutup yang sangat rahasia bagi siapa saja.
Baca Juga:6 Warga Baduy Meninggal, Relawan Sebut Fasilitas Kesehatan Memprihatinkan
Sementara itu, pengamat budaya Baduy Uday Suhada mengatakan ada versi lain yang juga diyakini oleh masyarakat Baduy terkait asal usulnya. Dalam kepercayaan suku Baduy mereka meyakini nenek moyang warga Baduy sudah ada dari ribuan bahkan puluhan tahun dan tinggal diwilayah Kaolotan secara turun temurun.
Adapun mereka meyakini keturunan dari Batara Cikal salah satu dari 7 dewa atau Batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dikaitkan atau dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama, mereka percaya jika Nabi Adam turun di wilayah tersebut.
Mengenai penamaan suku Baduy sendiri juga terdapat beberapa versi yang menjelaskan dalam dongeng yang muncul di kalangan masyarakat Banten. Nama Baduy dipercaya berasal dari sungai yang mengalir di sana bernama sungai Cibaduy, ada juga yang mengatakan kalau Baduy berasal dari kata Baduyut karena pemukiman tempat mereka tinggal tumbuh pohon baduyut sejenis pohon beringin.
Namun menurut Uday Suhada, dalam budaya populer kata Baduy dikisahkan pertama kali muncul oleh penjajah Belanda yang menganggap warga Baduy mirip orang Baduy dari Timur Tengah.
Diketahui, saat penjajahan Belanda orang Kanekes sudah bepergian ke Batavia atau Jakarta untuk berjualan madu dengan jalan kaki tanpa alas kaki sehingga dianggap mirip orang Baduy di Timur Tengah.
Saat ini, warga suku Baduy mendiami wilayah tanah ulayat seluas 5.138 hektar. Mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu Baduy luar dan Baduy dalam. Seluruh warga Baduy diketahui menganut aliran kepercayaan Sunda Wiwitan yang merupakan aliran kepercayaan monoteisme purba yang masih mempercayai aliran animisme dan dinamisme.
Hingga kini, berdasarkan data dari desa Kanekes jumlah penduduk Baduy mencapai sebanyak 11.700 warga Baduy luar dan 1.500 Baduy dalam yang mendiami 65 kampung dan 3 kampung Baduy dalam yakni Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo.
Suku Baduy merupakan salah satu suku yang dikenal sangat kuat memegang teguh adat dan tradisi nenek moyang mereka. Mereka memegang adat dan nilai-nilai luhur dari nenek moyang mereka tanpa kendaraan, tanpa listrik dan tanpa teknologi.
Satu nilai falsafah Baduy yang sangat terkenal 'lojor teu meunang dipotong pondok teu meunang disambung' yang artinya panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung.