Kasus Pemerasan di Bandara Soetta yang Jerat Mantan Pegawai Bea Cukai Disoal, Ahli Hukum: Penetapan Tersangka Prematur

Penetapan tesangka kasus tindak pidana korupsi kasus dugaan pemerasan Perusahaan Jasa Titip (PJT) dan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Bea Cukai Soetta dianggap prematur.

Hairul Alwan
Kamis, 16 Juni 2022 | 13:43 WIB
Kasus Pemerasan di Bandara Soetta yang Jerat Mantan Pegawai Bea Cukai Disoal, Ahli Hukum: Penetapan Tersangka Prematur
Suasana persidangan kasus dugaan pemerasan Perusahaan Jasa Titip (PJT) dan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Dan Cukai Type C Soekarno-Hatta di Pengadilan Tipikor Negeri Serang, Rabu (15/6/2022). [IST]

"Pasal 23, tidak boleh dijuntokan pasal 421 lagi. Itu terserap pasal 23. Junto 421 kejahatan dalam KUHP. Tidak cocok dan tepat, serta melanggar hukum pidana. Cukup pasal 23, ditekankan saja memeras dalam kurung 421. Kalau berdiri sendiri itu kabur," tambahnya.

Prof Mudzakkir juga menjabarkan penerapan pasal 55 KUHP, JPU harus bisa membuktikan unsur-unsur pidana terhadap pelaku kejahatan. Tidak serta merta, mendakwakan lantaran pelaku lebih dari satu orang.

"Dalam surat dakwaan harus disebut secara rinci, harus dijelaskan pelaku sebagai apa. Kalau jaksa mendakwa pasal 55 harus menyusun berdasarkan perbuatannya. Jika tidak digambarkan, dakwaannya kabur tidak jelas dan dibatalkan dakwaan itu. Kalau kebetulan itu tidak bisa, harus berdiri sendiri. Tidak ada komitmen untuk melakukan bersama-sama atau itu hanya faktor kebetulan," ungkapnya.

Untuk perbuatan terdakwa Qurnia, dan bawahannya Vincentius Istiko Murtiadji mantan Kasi Fasilitas Pabean dan Cukai Bandara Soekarno Hatta tidak bisa dikaitkan. Prof Mudzakkir memandang masing-masing mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Baca Juga:Di Usia 71 Tahun, Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin Divonis 12 Tahun Penjara Karena Dua Kasus Korupsi

"Tugasnya yang bersangkutan memerintahkan tupoksinya. Kalau itu jabatan yang diperintahkan sesuai tupoksi, tergerak karena tupoksi bukan jabatan. Kalau menyalahgunakan jabatan, maka tanggungjawabnya yang menyalahgunakan. Siapa yang berbuat, siapa yang bertanggungjawab. Jika melampaui tugas atasannya. Tanggungjawab pribadi, tidak bisa dibebankan ke atasannya," tegasnya.

Selain itu, Prof Mudzakkir juga menyebut penyadapan yang dilakukan oleh Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) Kementerian Keuangan dianggap tidak sah. Karena, penyadapan dalam aturan hanya bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum, atas izin pengadilan dan ada prosedur yang jelas.

"Produknya tidak sah (penyadapan atau, rekaman diambil secara mencuri)," tandasnya.

Lebih lanjut, Prof Mudzakkir menambahkan jika perkara telah diselesaikan oleh internal, dan hasilnya dianggap selesai atau tidak ditemukan adanya pelanggaran, maka kasus tersebut sudah tidak bisa dibawa ke ranah pidana.

"Jika terjadi penyalahgunaan wewenang, maka akan ada pemeriksaan internal oleh Apip. Penyalahgunaan wewenang ini merupakan pelanggaran administrasi, dan diselesaikan secara administrasi. Jika masih dalam pemeriksaan Apip maka itu masih kewenangannya, apakah pelanggaran kode etik, administrasi, kalau hasil pemeriksaannya clear ya sudah selesai," pungkasnya

Baca Juga:Penyelidikan Kasus Formula E Berlanjut, KPK Panggil Eks Sesmenpora

Kontributor : Firasat Nikmatullah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak